BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sesuai
namanya, bidang ilmu mikrobiologi (mikros = kecil/sangat kecil; bios =
hidup/kehidupan) mempelajari tentang bentuk, kehidupan, sifat, dan penyebaran
organisma yang termasuk golongan mikroba (jasad renik). Dunia mikroba adalah
dunia organisma yang sangat kecil, sehingga tidak dapat kita lihat dengan mata
telanjang. Walupun sudah agak lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai
terbuka secara luas sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop,
hasil temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723) (Hadioetomo, 1993).
Dengan kemajuan zaman tersebut, maka kita perlu untuk
belajar mikrobiologi. Agar kita dapat mengetahui jenis-jenis mikroba yang ada
di lingkungan sekitar dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dengan lebih
luas dan maju lagi. Dengan mempelajari mikrobiologi, kita juga dapat mengetahui
mikroba yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya mikroba yang dapat dijadikan
obat, dalam bidang industri pangan, atau bahkan dijadikan bahan biodiesel (Hadioetomo, 1993).
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis,
sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya.
Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas
dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi
seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi,
pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar
kerja dalam laboratorium mikrobiologi (Volk & Wheeler, 1993).
Sterilisasi
adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses
yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua
bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Dalam bidang mikrobiologi baik dalam
pengerjaan penelitian atau praktikum, keadaan steril merupakan syarat utama
berhasil atau tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium.
Pengetahuan
tentang prinsip dasar sterilisasi dan desinfeksi sangat diperlukan untuk
melakukan pekerjaan di bidang medis yang bertanggung jawab. Cara sterilisasi
dan desinfeksi yang baru banyak diperkenalkan, namun masih tetap digunakan
cara-cara dan beberapa bahan seperti digunakan berabad lalu. Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa
mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai
maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan
tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh
karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal
teknik sterilisasi, pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua
merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi (Volk &
Wheeler, 1993).
Secara umum, sterilisasi merupakan
suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya mikrobia dalam suatu wadah ataupun
peralatan laboratorium. Sesuai tujuan percobaan dalam percobaan ini diharapkan
praktikan dapat membuat dan mensterilkan media dan alat yang akan digunakan.
Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua
mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ada tiga cara
utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaaan panas, penggunaan
bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama
dengan uap air maka disebut sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka
disebut sterilisasi kering (Achmad, 2007).
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus
dalam keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak
diharapkan kehadirannya baik yang mengganggu atau yang merusak media atau
mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik
fisika, kimia, maupun mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan terutama
mikroorganisme disebut dengan sterilisasi (Waluyo, 2005).
Metode sterilisasi secara fisik dapat dipakai bila selama
sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah akibat suhu yang tinggi atau
tekanan yang tinggi. Cara kerja dari panas tersebut, bahwa panas membunuh
mikroba karena mendenaturasi protein, terutama enzim dan membran sel. Panas
kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas
kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan
mikroba dalam air mendidih akan cepat mematikan daripada dipanasi secara kering
(Waluyo, 2005).
Saat perlakuan pemindahan biakan (Inokulasi) secara aseptik,
sesungguhnya saat itu juga sudah dikatakan menggunakan salah satu cara sterilisasi,
yaitu pembakaran. Karena kita ketahui bahwa sterilisasi adalah proses
menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi
seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas. Ada dua metode yang
sering digunakan, yaitu Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat
efektif untuk sterilisasi karena menyediakan suhu jauh di atas titik didih,
proses cepat, daya tembus kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga
mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu
efektifnya adalah160 derajaty celcius pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu
standar 15 menit. Alat yang digunakan : pressure cooker, autoklaf (autoclave)
dan retort. Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat
laboratorium. Suhu efektifnya adalah 160 derajat celciusselama 2 jam. Alat yang
sering digunakan pada umumnya adalah oven (Hadioetomo, 1993).
Medium ialah bahan yang digunakan
untuk menumbuhkan mikroorganisme di atas atau didalamnya. Sebelum menumbuhkan
mikroorganisme, pertama-tama kita harus dapat memahami kebutuhan dasarnya lalu
mencoba memformulasikan suatu medium yang memberikan hasil baik. Medium yang
digunakan untuk menumbuhkan mikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan pada
komposisi (medium sintetis, semi sintetis, dan non sintetis), konsentrasi
(solid medium, semi solid medium, dan broth medium), dan selektivitas (medium
umum, selektif, diferensial, medium uji, dan medium diperkaya) (Waluyo, 2005).
Berdasar
dari hal tersebut diatas, maka diadakanlah praktikum Sterilisasi dan pembuatan
media ini guna memberikan pemahaman
kepada kita tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi serta menambah
pengetahuan dan keterampilan kita tentang teknik atau tata cara sterilisasi dalam
mikrobiologi.
1.2 Tujuan praktikum
1.
Praktikan memahami bermacam-macam teknik sterilisasi
2.
Praktikan dapat mengoperasikan alat-alat sterilisasi
3.
Praktikan memahami mengenai bermacam-macam media
4.
Praktikan dapat membuat media
5.
Praktikan memahami bermacam-macam teknik pewarnaan
6.
Praktikan dapat melakukan gram, acid fast, pewarnaan endospora,
pewarnaan flagella
1.3 Manfaat praktikum
1.
Praktikan mampu memahami spesifikasi alat sterilisasi, fungsi, prinsip
kerja, serta cara kerjanya sesuai prosedur yang berlaku.
2.
Praktikan mampu membuat media bakteri dengan baik dan benar
3.
Praktikan dapat memahami spesifikasi, jenis serta kelebihan dan
kekurangan dari tiap-tiap teknik pengecetan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sterilisasi
Sterilisasi adalah cara untuk
mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik
secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan
terutama mikroorganisme. Dalam bidang mikrobiologi baik dalam pengerjaan
penelitian atau praktikum, keadaan steril merupakan syarat utama berhasil atau
tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium (Volk &
Wheeler, 1993).
Pengetahuan tentang prinsip
dasar sterilisasi dan desinfeksi sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan di
bidang medis yang bertanggung jawab. Cara sterilisasi dan desinfeksi yang baru
banyak diperkenalkan, namun masih tetap digunakan cara-cara dan beberapa bahan
seperti digunakan berabad lalu (Volk &
Wheeler, 1993).
Hampir
semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat
diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau
bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik
dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di
bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media
serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam
laboratorium mikrobiologi (Volk & Wheeler, 1993).
Secara
umum, sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya
mikrobia dalam suatu wadah ataupun peralatan laboratorium. Sesuai tujuan
percobaan dalam percobaan ini diharapkan praktikan dapat membuat dan
mensterilkan media dan alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi
adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada
atau di dalam suatu benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam
sterilisasi yaitu penggunaaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan
(filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut
sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering
(Achmad, 2007).
Pematian
mikroorganisme mendasari metode kerja mikrobiologik dan pengawetan bahan
makanan, sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut. Pembebasan sesuatu bahan
dari mikroorganisme hidup atau stadium istirahatnya disebut sterilisasi.
Mikroorganisme mempunyai kerentanan berbeda terhadap bahan-bahan yang digunakan
untuk mematikannya. Terdapat perbedaan antar jenis tergantung dari kadar air
dan pH lingkungan, dan dari umur sel atau spora dan seterusnya. Kecepatan
pematian atau pemusnahan yang ekspoensial tidak hanya tergantung dari jenis
mikroorganisme saja tetapi dari berbagai kondisi lingkungan. Sebagai ganti
kecepatan ini, sebagai kriteria terjadi peristiwa pematian pada kondisi
tertentu dan populasi tertentu digunakan niai D, yaitu waktu yang diperlukan
untuk pematian 90% dari sel, juga disebut masa reduksi desimal (Schlegel dan Schmidt, 1994).
Sterilisasi
atau pasteurisasi dicapai dengan menggunakan pemanasan lembab, pemanasan
kering, filtrasi, penyinaran atau bahan-bahan kimia (Tjitrosomo,1982).
2.2 Jenis - Jenis Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini
bertujuan untuk membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai macam
mikroorganisme. Suatu bahan bisa dikatakan steril apabila bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak baik dalam bentuk vegetatip
walaupun bentuk nonvegetatip (spora) (Hadioetomo, 1993)
Cara – cara sterilisasi adalah sebagai berikut :
1. Secara fisis pemanasan
basah
2. Secara mekanis dengan penyaringan
3. Secara fisis pemanasan kering
4. Secara kimia
5. Destruksi
(Hadioetomo, 1993)
2.2.1 Secara fisis pemanasan basah
a) Pemanasan dengan otoklaf
Alat ini terdiri dari suatu tempat yang tahan
terhadap tekanan tinggi yang dilengkapi dengan barometer termometer dan
kleb.Cara menggunakan otoklaf isilah tempat air dengan air sampai angsang
kemudian dimasukan alat atau bahan kedalam otoklaf. Atur kran pengatur tempat
keluar air ditutup sehingga tekanan uap didalam otoklaf mencapai 2 atm dan suhu
121º dan biarkan sterilisasi berlangsung 15 – 30 menit. Untuk sediaan obat
steril yang volumenya kurang dari 100ml dilakukan sterilisasi 115º – 116º selama 30 menit sedangkan untuk
sediaan yang volumenya lebih dari 100 ml dilakukan sterilisasi dilakukan sampai
seluruh isi berada dalam suhu 115º – 116º dengan waktu 30 menit. Setelah
sterilisasi selesai biarkan otoklaf sampai dingin sampai tekanan menunjukan
angka 0 kemudian kran pengatur dibuka dan terakhir tutup bejana dibuka (Hadioetomo, 1993)
b) Pemanasan + bakterisida
Cara ini dilakukan dengan cara melarutkan atau
mensuspensi bahan obat dalam air proinjeksi dan ditambah Klorkresol 0,2% b/v
atau larutan bakterisida yang lain lalu diisikan dalam wadah kedap. Pada
sediaan obat steril sterilisasi dilakukan dengan cara. Untuk volume kurang dari
30 ml dipanasi pada suhu 98º sampai 100º selama 30 menit (Hadioetomo, 1993)
2.2.2 Penyaringan
Larutan disaring dengan penyaring bakteri steril dan diisikan ke dalam
wadah yang steril dan tertutup kedap.
Macam – macam penyaring bakteri adalah :
1. Filter gelas G5
2. Filter asbes, Filter Seitz
3. Filter berkefeld
4. Filter Mandler
(Fardiaz,1992)
2.2.3 Pemanasan kering
Alat yang digunakan berupa oven. Suhu yang digunakan pada sterilisasi
adalah 170o– 180o C paling sedikit selama 2 jam. dibandingkan dengan
pemanasasn basah, pemanasan kering lebih efisien karena tingkat suhu dan waktu
sterilisasinya yang cukup tinggi (Fardiaz,1992)
2.2.4 Sterilisasi Kimia
Menggunakan Formaldehida dalam
bentuk gas atau menggunakan
etilen oksida dalam bentuk gas dalam bentuk campuran 10%
etilen oksida dengan 90% gas CO2. Sterilisasi kimia dilakukan karena dalam sterilisasi secara fisik
diasumsikan bahwa bahan yang disteriliasasi akan mengalami kerusakan pada suhu
yang tinggi. (Lay dan Hastowo, 1992)
2.2.5 Destruksi
Destruksi merupakan proses pemusnahan pada hasil
pekerjaan mikrobiologi yang telah mengandung mikroorganisme sebelum dilakukan
pencucian. Proses destruksi ini penting untuk dilakukan, hal ini bertujuan
untuk membersihkan semua mikroorganisme yang terdapat pada alat alat yang telah
digunakan pada saat percobaan. Karena kita tidak dapat memastikan bahwa alat
alat itu bersih sebelum di destruksi, bisa saja terdapat bakteri atau
mikroorganisme yang dapat membahayakan diri kita. Proses ini umumnya di lakukan
dengan memasukkan semua wadah atau alat hasil percobaan (yang sudah d kontakan
dengan mikroorganisme) ke dalam autoklaf, kemudian di aktifkan pada suhu 121
derajat celcius selama 30 menit. Bila telah selesai, wadah yang mengandung
media dan mikroba hasil percobaan (yang telah cair) dapat di buang ke
pembuangan umum, kemudian alat dicuci bersih dengan air sabun. (Suriawiria, U. 2005)
2.3 Teknik Aseptis
Teknik
aseptis sangat penting dalam pengerjaan mikrobiologi yang memerlukan ketelitian
dan keakuratan disamping kesterilan yang harus selalu dijaga agar terbebas dari
kontaminan yang dapat mencemari. Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat
besar dan komplek. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya menghuni
bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan
kulit. Sekali bersin terdapat beribu-ribu mikroorganisme sehingga diperlukan
teknik yang dapat meminimalisirnya seperti pengisolasian (Pelczar & Chan,
1986).
Salah
satu teknik dasar dalam analisa mikrobiologi adalah teknik transfer aseptis
(suatu metode atau teknik di dalam memindahkan atau mentransfer kultur bakteria
dari satu tempat ke tempat lain secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi
oleh mikroba lain ke dalam kultur). Teknik ini sangat esensial dan kunci
keberhasilan prosedur mikrobial yang harus diketahui oleh seorang yang hendak
melakukan analisis mikrobiologi. Pengambilan sampel harus dilakukan secara statistik
agar tidak bias, jadi secara acak (random sampling). Selain itu, digunakan
teknik aseptis selama pengambilan sampel agar tidak terjadi pencemaran.
Alat-alat yang digunakan harus steril. Bahan makanan cair diambil dengan pipet
steril, makanan padat menggunakan pisau, garpu, sendok atau penjepit yang
steril (Afrianti, 2004).
2.4 Alat-Alat dan Bahan Sterilisasi
2.4.1 Autoklaf
Autoclave adalah alat untuk mensterilkan
berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap
air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2
atm dan dengan suhu 121oC (250oF). Jadi tekanan yang bekerja ke seluruh
permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15 pounds per square inch).
Lama sterilisasi yang dilakukan biasanya 15 menit untuk 121oC.
Alat ini terdiri dari suatu tempat yang tahan
terhadap tekanan tinggi yang dilengkapi dengan barometer termometer dan
kleb.Cara menggunakan otoklaf isilah tempat air dengan air sampai angsang
kemudian dimasukan alat atau bahan kedalam otoklaf. Atur kran pengatur tempat
keluar air ditutup sehingga tekanan uap didalam otoklaf mencapai 2 atm dan suhu
121º dan biarkan sterilisasi berlangsung 15 – 30 menit. Untuk sediaan obat
steril yang volumenya kurang dari 100ml dilakukan sterilisasi 115º – 116º selama 30
menit sedangkan untuk sediaan yang volumenya lebih dari 100 ml dilakukan
sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 115º – 116º dengan
waktu 30 menit. Setelah sterilisasi selesai biarkan otoklaf sampai dingin sampai
tekanan menunjukan angka 0 kemudian kran pengatur dibuka dan terakhir tutup
bejana dibuka (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.2 Pembakar Bunsen
Fungsi utama dari pembakar bunsen adalah ntuk
menciptakan kondisi yang steril. Untuk sterilisasi jarum ose, mulut tabung
reaksi, dan cawan petri, bagian api yang paling cocok untuk memijarkannya
adalah bagian api yang berwarna biru. Perubahan bunsen dapat menggunakan bahan
bakar gas atau metanol (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.3 Jarum Oose
Jarum inokulum berfungsi untuk memindahkan
biakan untuk ditanam atau ditumbuhkan ke media baru. Jarum inokulum biasanya
terbuat dari kawat nichrome atau platinum sehingga dapat berpijar jika terkena
panas. Bentuk ujung jarum dapat berbentuk lingkaran dan disebut ose dan yang
berbentuk lurus disebut inoculating (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.4 Inkubator
Inkubator adalah alat untuk menginkubasi atau
memeram mikroba pada suhu yang terkontrol. Alat ini dilengkapi dengan pengatur
suhu dan pengatur waktu. Kisaran suhu untuk inkubator produksi Heraeus B5042
misalnya adalah 10-70oC (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.5 Oven
Alat ini merupakan salah satu alat dalam
teknik sterilisasi panas. Alat ini menggunakan panas kering. Dalam
penggunaannya, alat ini di setting dalam suhu yang tinggi (160º atau 180ºC).
Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat-alat glass (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.6 Alkohol 75 %
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang
juga disebut grain alcohol ;
dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini
disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman
tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol
yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol.
Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol)
Alkohol disinfektan
yang banyak dipakai untuk peralatan medis, contohnya termometer oral.[4] Umumnya
digunakan etil alkohol dan isopropil alcohol dengan konsentrasi 60-90%, tidak
bersifat korosif terhadap logam, cepat menguap, dan dapat merusak bahan yang
terbuat dari karet atau plastik. (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol)
2.5 Media Pembiakan Bakteri
Medium
ialah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di atas atau
didalamnya. Sebelum menumbuhkan mikroorganisme, pertama-tama kita harus dapat
memahami kebutuhan dasarnya lalu mencoba memformulasikan suatu medium yang
memberikan hasil baik. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada komposisi (medium sintetis, semi sintetis,
dan non sintetis), konsentrasi (solid medium, semi solid medium, dan broth
medium), dan selektivitas (medium umum, selektif, diferensial, medium uji, dan
medium diperkaya) (Waluyo, 2005).
Media
pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang
dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan
isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi
media pertumbuhannya (Indra, 2008).
Mikroorganisme
dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium.
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme
tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme
yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang
sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon
organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium
yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan
kompleks lainnya (Volk, dan Wheeler,1993).
Akan
tetapi yang terpenting medium harus mengandung nutrien yang merupakan substansi
dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrien ini adalah
degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien dalam medium harus
memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi,
mineral dan faktor tumbuh (Label, 2008).
Untuk
menelaah bakteri di dalam laboratorium , pertama- tama kita harus dapat
menumbuhkan bakteri tersebut di dalam suatu biakan murni. Untuk melakukannya
haruslah dimengerti jenis- jenis nutrient yang disyartakan oleh bakteri dan
juga macam lingkungan fisik yang mana dapat menyebabkan kondisi yang optimum
bagi pertumbuhannya tersbut (Pelczar, 1986).
2.6. Jenis – Jenis Media Pembiakan Bakteri
Adapun
macam-macam media Pertumbuhan antara lain (Indra, 2008) :
1. Medium berdasarkan sifat fisik
a) Medium padat yaitu media yang mengandung agar
15% sehingga setelah dingin media menjadi padat..
b) Medium setengah padat yaitu media yang
mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak
begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba
dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna
jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free
Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan dibawah
permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur.
Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya pada
media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan
metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh
media.
c) Medium cair yaitu media yang tidak mengandung
agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).
2. Medium berdasarkan komposisi
a) Medium sintesis yaitu media yang komposisi
zat kimianya diketahui jenis dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose
Agar, Mac Conkey Agar.
b) Medium semi sintesis yaitu media yang
sebagian komposisinya diketahui secara pasti, misanya PDA (Potato Dextrose
Agar) yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak
kentang, kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa
penyusunnya.
c) Medium non sintesis yaitu media yang dibuat
dengan komposisi yang tidak dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung
diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion
Agar, Pancreatic Extract.
3. Medium berdasarkan tujuan
a) Media untuk isolasi
Media ini mengandung semua senyawa esensial
untuk pertumbuhan mikroba, misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.
b) Media selektif/penghambat
Media yang selain mengandung nutrisi juga
ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan pertumbuhan
mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Contohnya
adalah Luria Bertani medium yang ditambah Amphisilin untuk merangsang E.coli
resisten antibotik dan menghambat kontaminan yang peka, Ampiciline. Salt broth
yang ditambah NaCl 4% untuk membunuh Streptococcus agalactiae yang toleran
terhadap garam.
c) Media diperkaya (enrichment)
Media diperkaya adalah media yang mengandung
komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah komponen kompleks seperti
darah, serum, kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif untuk
mikroba tertentu. Bakteri yang ditumbuhkan dalam media ini tidak hanya
membutuhkan nutrisi sederhana untuk berkembang biak, tetapi membutuhkan
komponen kompleks, misalnya Blood Tellurite Agar, Bile Agar, Serum Agar, dll.
d) Media untuk peremajaan kultur
Media umum atau spesifik yang digunakan untuk
peremajaan kultur
e) Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi
spesifik.
Media ini digunakan unutk mendiagnosis atau
menganalisis metabolisme suatu mikroba. Contohnya adalah Koser’s Citrate
medium, yang digunakan untuk menguji kemampuan menggunakan asam sitrat sebagai
sumber karbon.
f) Media untuk karakterisasi bakteri
Media yang digunakan untuk mengetahui
kemempuan spesifik suatu mikroba. Kadang-kadang indikator ditambahkan untuk
menunjukkan adanya perubahan kimia. Contohnya adalah Nitrate Broth, Lactose
Broth, Arginine Agar.
g) Media diferensial
Media ini bertujuan untuk mengidentifikasi
mikroba dari campurannya berdasar karakter spesifik yang ditunjukkan pada media
diferensial, misalnya TSIA (Triple Sugar Iron Agar) yang mampu memilih
Enterobacteria berdasarkan bentuk, warna, ukuran koloni dan perubahan warna
media di sekeliling koloni.
Meskipun telah dijabarkan berbagai macam jenis dari
medium, perlu diiingat bahwa tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan
bagi kultivasi untuk semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam, baik
dari persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa berapa bakteri memiliki
persyaratan nutrient yang sederhana, sedang yang lain memiliki persyaratan yang
rumit. Karena alsan ini kondisi harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga bisa
menguntungkan bagi kelompok bakteri yang sedang ditelaah (Pelczar, 1986).
Medium
yang padanya bakteri ditumbuhkan akan beranak dalam susunannya sesuai dengan
kebutuhan jenis-jenis yang bersangkutan. Beberapa bakteri dapat hidup baik pada
medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik ditambah
sumber karbon organik, seperti gula. Bakteri lain memerlukan suatu medium yang
sangat kompleks yang kepadanya ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lain
– hampir semua media yang biasa dipakai sehari-hari dapat di beli secara
komersil sebagai tepung kering. Jadi, untuk membuat suatu medium, yang harus
dilakukan hanyalah menimbang jumlah tepung yang diperlukan, menambahkan air,
dan mensterilkan sebelum dipakai (Volk and Wheler, 1988).
Suatu
medium yang mengandung substansi kompleks seperti ekstrak daging sapi, ekstrak
khamir, tripton, dan darah juga dapat disebut medium buatan atau medium
kompleks (artificial or complex medium). Sebagai lawannya, kita mengacu pada
medium yang rumus kimia masing-masing ramuannya dapat dituliskan sebagai medium
sintetis (synththetical medium) atau medium yang ditentukan (defined medium).
Medium sintetis mungkin sangat rumit dan sangat berbeda sesuai dengan organisme
tertentu yang hendak ditumbuhkan. Untuk sebagian besar, medium sintetis hanya
digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium penelitian. Media
agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan campuran mikroorganisme,
sehingga masing-masing jenisnya menjadi terpisah-pisah. Teknik yang digunakan
untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media agar memungkinkan setiap sel
berhimpun menjadi koloni. Semua sel dalam koloni itu dianggap kesemuanya
merupakan keturunan (progeni) suatu organisme dan karena itu mewakili apa yang
disebut mikrobiologi biakan murni (Hadioetomo, 1993).
Di
samping itu, gelatin dapat juga dipakai sebagai bahan pengental dan memang
dahulu orang memakainya tetapi sejak lama orang lebih suka menggunakan
agar-agar. Agar-agar baru mencair pada suhu 950 C, sedangkan gelatin sudah
mencair pada suhu 250 0C. Dengan demikian medium yang mengandung
gelatin perlu disimpan dalam tempat yang lebih dingin dari pada suhu kamar,
jika dikehendaki medium tersebut tetap dalam keadaan padat. (Volk and Wheeler,
1988).
2.7 Pembuatan Media
Sebelum
melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu
kitaharus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme
dapatberkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme
yangdikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media.
Untuk melakukanhal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrisi yang
diisyaratkan oleh bakteri atau jamur dan jugamacam lingkungan fisik yang
menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya.Mikroorganisme dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebutmedium. Medium
yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkanmikroorganisme tersebut
harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganismeyang
bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang
sangatsederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon
organik sepertigula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium
yang sangat kompleks yaituberupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan
kompleks lainnya (Kusnadi et al, 2003).
Mikroorganisme dapat
dibiakkan dalam air yang sudah ditambah dengan nutrien yang sesuai. Medium
biakan adalah larutan encer yang mengandung nutrien penting, yang menyediakan
kebutuhan bagi sel mikroba supaya dapat tumbuh dan menghasilkan banyak sel yang
serupa. Di samping sumber energi berupa senyawa organik dan anorganik atau
cahaya, medium biakan harus memiliki sumber karbon, nitrogen dan nutrien
penting lainnya. Medium biakan dapat disiapkan dalam keadaan cair maupun gel
(semi padat). Dari cair dapat diubah menjadi padat dengan penambahan agar.
Medium biakan yang mengandung agar dapat disimpan dalam bentuk lempeng pada
cawan petri tertutup, di mana sel mikroba dapat tumbuh dan membentuk massa yang
terlihat sebagai koloni sel. Di samping itu medium biakan yang mengandung agar
dapat pula disimpan dalam tabung reaksi dengan kemiringan tertentu, di mana sel
mikroba dapat tumbuh dengan memberikan karakteristik pertumbuhan yang khas
(Kusnadi et al, 2003).
2.8 Komposisi Media
Memformulasikan
suatu medium atau bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di
dalamnya harus memperhatikan berbagai macam ketentuan seperti jika kita ingin
membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air sangat penting
sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam
sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin, atau silika.
Bahan agar yang utama adalah galaktan (komplek karbohidrat yang diekstrak dari
alga genus Gelidium). Agar akan larut atau cair pada suhu hampir 100oC
dan akan cair apabila kurang lebih 43oC (Hadioetomo, 1993). Menurut
Schlegel (1993) agar merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan
melalui metode bacteriaological.
Ph
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam pembuatan
medium sehingga kondisi ph yang terlalu basa atau terlalu asam tidak cocok
untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup pada kondisi
tersebut. Media didiamkan atau disimpan selama 2 x 24 jam untuk meyakinkan
bahwa media masih steril, karena selain ph sebagai penentu tumbuhnya mikroba,
alat dan medium yang steril juga menentukan (Hadioetomo, 1993).
2.9 Pewarnaan / Pengecatan
Tujuan dari pewarnaan antara lain adalah untuk mempermudah
pengamatan bentuk sel mikroorganisme (khususnya bakteri), untuk memperjelas
ukuran jasad, untuk dapat mengamati struktur luar dan dalam sel mikroba, dan
untuk dapat melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan, sehingga
sifat fisik dan kimia jasad dapat diketahui. Berhasil atau tidaknya pewarnaan
sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang akan diwarnai
(umur biakan paling baik adalah 24 jam) (Kawuri dkk., 2007).
Zat
warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna.
Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif.
Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena
reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan
bakteri. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut
zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna
asam (Wahyuningsih, 2008).
Contoh
zat warna yang sering digunakan adalah methylen blue, kristal
violet, karbol fuhsin, dan lain-lain (Kawuri
dkk., 2007).
Morfologi sel mikroba dapat
diamati dengan dua cara yaitu pengamatan sel hidup yang tidak diwarnai dan
pengamatan sel mati yang diwarnai. Sel yang hidup tidak berwarna sehingga sulit
diamati. Mikroba dapat diwarnai tanpa mewarnai lingkungan sekitarnya.Pengecatan
adalah suatu cara untuk membuat jasad renik lebih mudah diamati di bawah
mikroskop sehingga dapat membantu dalam identifikasi dan klasifikasi bakteri.
Sejumlah besar koloni mikroba menarik perhatian oleh warnanya yang mencolok, disebabkan
karena terjadi ekskresi zat warna ke dalam medium atau fermentasi sel.
Kemampuan untuk membentuk zat warna terfikasi secara genetik dan demikian
merupakan suatu penanda khusus (Schlegel, 1992).
Christian Gram, seorang ahli
bakteri Denmark pada tahun 1884 secara kebetulan menemukan prosedur pewarnaan
Gram. Pewarnaan ini mungkin merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan
paling banyak digunakan dalam klasifikasi mikroba. Dengan metode ini, mikroba
dapat dibedakan secara umum menjadi dua kelompok besar yaitu: (a) organisme
yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai pada
akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu) disebut Gram positif, (b)
organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan
dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan safranin
sehingga sel tampak merah muda disebut Gram negatif (Hadioetomo, 1985)
2.10 Teknik – Teknik
Pengecatan
2.10. 1 Pengecatan Gram
Pengecatan Gram
merupakan salah satu teknik pengecatan yang dikerjakan di laboratorium
mikrobiologi untuk kepentingan identifikasi mikroorganisme. Morfologi mikroskopik mikroorganisme yang
diperiksa dan sifatnya yang khas terhadap pengecatan tertentu (pengecatan Gram)
dapat digunakan untuk identifikasi awal.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan biaya murah serta,
dalam kasus tertentu, dapat membantu dokter untuk memulai terapi suatu penyakit
tanpa menunggu hasil kultur (Dwijoseputro, 1994).
Metode pengecatan tersebut pertama kali ditemukan oleh
Christian Gram pada tahun 1884. Dengan
metode pengecatan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri
Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap
cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri
tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa
dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp (Dwijoseputro, 1994).
. Pengecatan Gram merupakan salah
satu langkah awal mengidentifikasi sel bakteri yang memisahkan bakteri menjadi
2 kelompok yaitu bakteri Gram positif (berwarna ungu/biru) dan bakteri Gram
negatif (berwarna merah)
Perbedaan 2 kelompok bakteri ini didasarkan
pada kemampuan sel menahan (mengikat) warna ungu dari kristal violet selama
proses dekolorisasi oleh alkohol. Bakteri gram positif tidak mengalami
dekolorisasi karena tetap mengikat warna ungu kristal violet dan pada tahap
akhir pengecatan tidak terwarnai safranin. Bakteri gram negatif mengalami
dekolorisasi oleh alkohol dan pada tahap akhir pengecatan terwarnai menjadi
merah oleh safranin (Dwijoseputro, 1994).
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan
dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci
oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah.
Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang
tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit
akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru.
Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak
merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan
tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek (Dwijoseputro, 1994).
Cat Gram yang digunakan
terdiri dari 4 macam yang masing-masing mempunyai komposisi dan fungsi yang
berbeda, yaitu:
1. Cat Gram A
Cat Gram A berwarna ungu
(karena mengandung kristal violet). Cat Gram A merupakan cat primer yang akan
memberi warna mikroorganisme target. Pada saat diberi cat ini, semua
mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat Gram A (Dwijoseputro, 1994).
2. Cat Gram B
Cat Gram B berwarna coklat.
Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang berfungsi
memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme target. Akibat pemberian cat
Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik (lebih kuat) (Dwijoseputro,
1994).
3. Cat Gram C
Cat Gram C tidak berwarna.
Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya. Akibat pemberian cat C akan
terjadi 2 kemungkinan yang pertanama mikroorganisme (bakteri) akan tetap
berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri
tidak dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian disebut bakteri
Gram positif. Sedangkan bakteri akan tidak berwarna, karena tidak tahan
terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh alkohol.
Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri Gram negatif (Dwijoseputro,
1994).
4. Cat Gram D
Cat ini berwarna merah. Cat
ini merupakan cat sekunder atau kontras. Cat ini berfungsi untuk memberikan
warna mikroorganisme non target. Cat sekunder mempunyai spektrum warna yang
berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat Gram D, akan terjadi 2
kemungkinan yang pertama bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu, karena
telah jenuh mengikat cat Gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat Gram D.
Sedangkan yang kedua bakteri Gram negatif akan berwarna merah, karena cat
sebelumnya telah dilunturkan oleh cat Gram C maka akan mampu mengikat cat Gram
D (Dwijoseputro, 1994).
Pengecatan gram mempunya kelebihan dimana pengecatan Gram
penting sebagai pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik, sebelum
tersedia bukti definitif bakteri penyebab infeksi (kultur dan tes kepekaan
bakteri terhadap antibiotik). Hal ini karena bakteri Gram positif dan negatif
mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis antibiotika. Selain itu
kadang-kadang morfologi bakteri yang telah dicat Gram mempunyai makna
diagnostik. Misalnya pada pemeriksaan Gram ditemukan Gram negatif diplococci
intraseluler dari spesimen pus (nana) uretral, maka memberikan presumptive
diagnosis untuk penyakit infeksi gonore. Disamping itu pengecatan gram juga
mempunyai kekurangan dimana pengecatan Gram memerlukan mikroorganisme dalam
jumlah banyak yakni lebih dari 104 per ml. Sampel yang cair dengan jumlah kecil
mikroorganisme misalnya cairan serebrospinal, memerlukan prosedur sentrifuge
dulu untuk mengkonsentrasikan mikroorganisme tersebut. Pellet (endapan hasil
sentrifuge) kemudian dilakukan pengecatan untuk diperiksa secara mikroskopis
(Dwijoseputro, 1994).
Dengan pengectan gram,
bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan gram negatif
berdasarkan reaksi bakteri terhadap cat tersebut. Reksi atau sifat bakteri
tersebut ditentukan oleh dinding selnya. Oleh karena itu pengecatan Gram tidak
bisa dilakukan pada bakteri yang tidak mempunyai dinding sel. Contoh bakteri
tahan asam yaitu dari genu Mycobacteria
dan beberapa spesies tertentu dari Nocardia.
Bakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial
(berlemak) di dinding selnya sehingga menyebabkan dinding selnya relatif tidak
semipermeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut
tidak terwarnai oleh pewarnaan biasa seperti pewarnaan sederhana atau pewarnaan
Gram (Dwijoseputro, 1994).
Dibawah ini merupakan ciri-ciri bakteri gram (+) dan bakteri gram (-):
·
Bakteri gram (+) akan mengikat kuat cat utama (gram
A), tidak luntur oleh cat peluntur(gram C), dan tidak mengikat kuat cat lawan
(gram D).
·
Bakteri gram (-) tidak mengikat kuat cat utama (gram
A), luntur oleh cat peluntur (gram C) dan mengikat kuat cat lawan (gram D)
2.10.2 Pengecatan Spora
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan
diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang
sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam
bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah
bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan.
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang
dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian.
Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang
anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan
spora itu dibentuk di dalam sel (Assani, S. 1994).
Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan
sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas. Endospora tetap
dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai
bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan sederhana,
endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel
vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora. Berikut
merupakan beberapa tipe endospora dan contohnya (Assani, S. 1994)
Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada
beberapa jenis bakteri. Karena kandungan air endospora sangat rendah bila
dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka endospora berbentuk sangat padat dan
sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop. Endospora sangat sukar
diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna spesifik dan
yang biasa digunakan adalah malachite green (Fardiaz, 1992).
Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat
anaerobic, sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat
aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi
umumnya hamper sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap
keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam
(Waluyo, 2004).
Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan,
sinar, kekeringan, panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora
tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja (Waluyo,
2004).
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada
umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal
inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode
Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora
diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini
merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah
perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat
safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna
merah muda pada sel vegetatifnya (Prescott, 2002).
BAB III
MATERI METODE
3.1 Waktu Pelaksanaan
Hari / tanggal : Jumat, 25 November 2011
Waktu : 14.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi
dan Bioteknologi Gedung E FPIK UNDIP
Tembalang, Semarang
3.2
Alat
dan Bahan
3.2.1
Sterilisasi
§ Alat
-
Autoklaf : Untuk mensterilkan alat dan
bahan.
-
Inkubator : Tempat menginkubasi mikroba
-
Alumunium foil : Untuk menutup erlenmeyer
§ Bahan
-
Air : Bahan
pembuat media
-
Alkohol 70 % : Disenfektan
3.2.2
Pembuatan
media
§ Alat
-
Cawan petri : Wadah pembiakan bakteri /
media
-
Timbangan analitik : Untuk mengukur jumlah bahan
-
Erlenmeyer : Wadah penyimpanan media
-
Bunsen : Pencipta kondisi
steril
-
Batang pengaduk : Untuk menghomogenkan larutan
§ Bahan
-
Bacto agar : Sebagaipemadat media
-
Ekstrak yeast : Sebagai Nutrient untuk
bakteri
-
Pepton :
Sebagai Nutrient untuk bakteri
- Aquades : Bahan pembuat media
3.2.3
Pengecatan
§ Alat
-
Gelas benda : Tempat bakteri disimpan
-
Bunsen : Pencipta
Kondisi steril
-
Mikroskop : Untuk mnegamati
bakteri
§ Bahan
-
Bakteri : Untuk objek
penelitian
-
Kristal violet : Cat untuk pewarnaan gram
-
Burke’s iodine : Bahan untuk pewarnaan gram
-
Ethanol 95% : Disinfektan
-
Air : Bahan
penetral (pencuci)
-
Safranin akuosa : Cat untuk pewarnaan spora
-
Malachite green : Cat untuk pewarnaan spora
3.3
Cara
Kerja
3.3.1
Sterilisasi
Cara menggunakan autoklaf :
1. Cuci
cawan petri sampai bersih kemudian dikeringkan,
setelah kering semprotkan alkohol
lalu bungkus cawan petri dengan plastic wrap. Kemudian sterillisasi
dengan autoklaf.
2. Sebelum
melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang
dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
3. Masukkan peralatan
dan bahan. Jika
mensterilisasi botol bertutup
ulir, maka tutup harus
dikendorkan.
4. Tutup
autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar
dari bibir autoklaf.
Jangan mengencangkan klep pengaman terlebih dahulu.
5. Nyalakan autoklaf, untuk peralatan lama waktu 20 menit
sedangkan untuk media lama waktu 15 menit masing-masing dengan suhu 121oC.
6. Tunggu
sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak
keluar dari klep
pengaman. Kemudian tutup
(mengencangkan) klep pengaman dan tunggu
sampai selesai. Penghitungan waktu dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
7. Jika alarm
tanda selesai berbunyi,
maka tunggu tekanan
dalam kompartemen turun hingga
sama dengan tekanan
udara di lingkungan
(jarum pada preisure gauge menunjuk
ke angka nol).
Kemudian buka klep-klep pengaman dan keluarkan isi autoklaf dengan
hati-hati.
3.3.2
Pembuatan
media
1. Siapkan
alat dan bahan yang diperlukan, kemudian semprotkan alkohol disekitar meja kerja agar steril.
2. Timbang
bacto agar, ekstrak yeast, dan pepton sesuai dengan takaran yang sudah
ditentukan dengan menggunakan timbangan analitik.
3. Setelah
menimbang, campur bahan menjadi satu kedalam labu Erlenmeyer.
4. Tuangkan
aquades dengan volume yang ditentukan ke dalam erlenmeyer tersebut.
5. Kemudian
panaskan sambil diaduk dan keluar buih namun jangan sampai mendidih.
6. Setelah
dipanaskan tutup erlenmeyer menggunakan kapas dan alumunium foil kemudian
mensterilisasi dengan autoklaf.
7. Setelah
itu tuang medium kedalam cawan petri.
3.3.3
Pengecatan
·
Pengecatan Gram
1. Bubuhkan
kristal violet sampai smear terendam cat, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci
dengan air mengalir
2. Bubuhkan
smear dengan Burke’s iodine selama 1 menit, cuci dengan air mengalir
3. Bubuhkan
cat penutup dengan safranin akuosa, diamkan selama 30 detik, cuci dengan air
mengalir
4. Keringkan
dan anginkan preparat
5. Amati
di bawah mikroskop dengan minyak imersi
·
Pengecatan
spora
1. Bubuhkan
cat malachite green pada smear, panaskan sampai cat menguap. Hindari preparat
mendidih. Cuci dengan air mengalir
2. Bubuhkan
cat penutup dengan aqueous safranin, diamkan selama 1-2 menit. Cuci dengan air
mengalir
3. Kering
anginkan
4. Amati
di bawah mikroskop dengan minyak imersi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1
Sterilisasi
Dalam
praktikum mikrobiologi sterilisasi harus dilakukan sebelum memulai praktikum. Dari praktikum yang telah dilakukan diketahui
teknik sterilisasi dibagi menjadi tiga macam yaitu sterilisasi basah, kering,
dan kimia.
a)
Sterilisasi basah
Sterilisasi
basah dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Penggunaan autoklaf untuk media
dilakukan selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan selama 20 menit dengan
suhu 121oC. Sebelum melakukan
sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoclave. Jika air kurang dari
batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan
air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol
bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan. Tutup autoclave dengan rapat lalu
kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari bibir autoclave.
Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
Nyalakan autoclave, diatur timer dengan
waktu minimal 15 menit pada suhu 121oC. Tunggu sampai
air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoclave dan terdesak keluar
dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu
sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm. Jika
alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara
di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol).
Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoclave dengan
hati-hati.
.
Agar efektif biasanya autoklaf digunakan untuk mensterilisasi peralatan maupun
media dalam skala besar. Hal ini
dilakukan untuk efisinsi waktu dan tenaga. Setelah itu masukkan peralatan ke
autoklaf dan atur suhunya. Waktu berjalan ketika suhu di autoklaf sudah
menunjukkan 121oC. Setelah waktu habis autoklaf tidak dapat langsung
dibuka dan harus menunggu beberapa menit sampai suhu menurun.
b) Sterilisasi
Kering
Sterilisasi kering
dilakukan dengan menggunakan inkubator selama 15 menit dengan suhu 171oC.
c) Sterilisasi
Kimia
Untuk sterilisasi kimia
biasanya dengan alkohol 75% meskipun ada beberapa jenis bakteri yang perlu
menggunakan alkohol 95%.
d) Destruksi
Tujuan dari destruksi adalah utuk
menghilangkan bakteri yang terdpat pada aat-alat. Teknik ini dilakukan dengan
merebus air hingga mendidih dan memasukkan alat-alat yang akan disterilisasi ke
dalam air tersebut. . Tunggu 15-20 menit, kemudian angkat dan tiriskan
alat-alat tersebut. Lalu cuci dengan sabun sampai benar-benar bersih. Letakkan
alat-alat tersebut di atas meja yang sudah diberi alas dan tunggu hingga
kering. Untuk media yang berada di dalam tabung reaksi, sterilisasi tidak boleh
dilakukan dua kali karena dapat merusak media.
Hal yang perlu diperhatikan sebelum
bekerja di laboratorium mikrobiologi adalah bahwa tempat, alat dan segala
sesuatu yang bersentuhan dengan praktikan harus disemprot terlebih dahulu
dengan Alkohol termasuk tangan atau sarung tangan. Kemudian nyalakan bunsen
agar daerah kerja benar-benar steril.
4.1.2
Pembuatan
Media
Media yang sering digunakan dalam bidang
kelautan adalah media Zobell. Media
digunakan sebagai tempat bakteri untuk tumbuh dan sumber nutrisi. Apabila ingin
membuat media zobell sebanyak 100 ml, maka komposisi dan takaran yang
dibutuhkan antara lain :
- Pepton 0,25 gr
- Ekstrak
yeast 0,05 gr
- Bacto
agar 1,5 gr
Ketiga
bahan tersebut tersedia dalam bentuk serbuk. Pepton dan ekstrak yeast berperan
sebagai penyedia nutrisi bagi bakteri. Sedangkan agar berperan untuk memadatkan
media.
Lankgah
pembuatannya diawali dengan menimbang
semua bahan sesuai dengan takaran masing-masing
dengan timbangan analitik. Setelah ditimbang, masukkan semua bahan ke dalam
erlenmeyer kemudian dipanaskan sampai hampir mendidih sambil dilakukan
pengadukkan agar larutan menjadi homogen. Setelah dipanaskan dan terlihat ada
gelembung seperti mendidih, itu adaah tanda bahwa pemanasasn harus dihentikan,
angkat dan tutup erlenmeyer menggunakan kapas dan alumunium foil lalu lakukan sterilisasi
dengan autoklaf.
4.1.3
Pengecatan
Bakteri
1. Pengecatan
Gram
2.
Pengecatan Spora
4.2
Pembahasan
4.2.1
Sterilisasi
Dari
praktikum yang telah kami lakukan, diperoleh hasil bahwa syarat utama bekerja
di bidang mikrobiologi adalah sterilitas, baik sterilitas diri maupun alat-alat
yang akan digunakan. Sebelum dan sesudah praktikum dilakukan, kita menggunakan
alkohol untuk mensterilkan tangan dan meja kerja. Sedangkan untuk alat-alat
yang akan digunakan, cara mensterilkannya tergantung dari bahan dan jenis
alat tersebut. Hal ini dikarenakan alat-alat tersebut mempunyai karakter dan
perlakuan yang berbeda, serta mempunyai fungsi yang spesifik tergantung jenis
alatnya.
Hampir semua tindakan
yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik
alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan
steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk
vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di bidang
mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media serta
teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium
mikrobiologi
Secara umum,
sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya mikrobia
dalam suatu wadah ataupun peralatan laboratorium. Sesuai tujuan percobaan yang
akan kita lakukam, diharapkan kita dapat membuat dan mensterilkan media
dan alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses
untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu
benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu
penggunaaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila
panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah,
bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering.
Bahan
atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus melalui proses
sterilisasi. Sterilisasi berasal dari kata steril yang artinya tidak didapatkan
mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu ataupun
merusak media bahkan mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan.
Setiap proses baik fisika, kimia, dan mekanik yang membunuh semua bentuk
kehidupan terutama mikroorganisme disebut dengan sterilisasi.
Autoklaf yaitu alat untuk mensterilkan
berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap
air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2
atm dan dengan suhu 121 0C (250 0F). Jadi tekanan yang
bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15
pounds per square inch). Medium yang akan disterilkan ditempatkan di dalam autoklaf
selama 15-20 menit, hal ini bergantung pada banyak sedikitnya barang yang perlu
disterilkan. Medium yang akan disterilkan ditempatkan dalam beberapa botol yang
agak kecil daripada dikumpul dalam satu botol yang besar. Setelah pintu
autoklaf ditutup rapat, barulah kran pada pipa uap dibuka dan temperatur akan
terus-menerus naik sampai 121 0C.
Sterillisasi dengan
menggunakan autoklaf lebih bagus karena, alat-alat yang sudah digunakan
terutama cawan petri harus direbus terlebih dahulu pada air mendidih kemudia
disemprot alkohol kemudian di autoklaf. Jadi
bakteri yang ada di cawan petri sudah benar-benar mati.
Kelemahan dari
pemanasan kering dengan inkubator
adalah cara ini ini kurang efektif untuk membunuh jasad renik dibandingkan
dengan pemanasan basah. Berbeda dengan pemanasan basah (perebusan, autoclave,
tyndallisasi, pasteurisasi) yang menyebabkan denaturasi protein, pemanasan
kering dengan inkubator ini menyebabkan dehidrasi sel. Pemanasan kering
juga dapat menyebabkan oksidasi komponen-komponen di dalam sel
Metode sterilisasi
secara fisik dapat dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak
akan berubah akibat suhu yang tinggi atau tekanan yang tinggi. Cara kerja dari
panas tersebut, bahwa panas membunuh mikroba karena mendenaturasi protein,
terutama enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi
komponen-komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik panas basah. Hal
ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba dalam air mendidih akan cepat
mematikan daripada dipanasi secara kering.
4.2.2
Pembuatan
Media
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada
suatu substrat yang disebut medium. Medium ini berfungsi untuk
mengembangbiakkan suatu organisme yang dibuat sengaja dan diletakkan disuatu
media, media tersebut bisa berupa media cawan petri yang dilapisi oleh plastik
warp agar media ini tidak terkontaminasi oleh udara yang juga mengandung
organisme lain juga yang dapat menganggu pertumbuhan organisme yang sedang
dikembangbiakkan.
Selain media cawan petri, dapat juga dipergunakan
media miring media miring ini lebih unggul dibandingkan media cawan petri
dikarenakan media ini dapat terkontaminasi banyak organisme lain dari luar,
sedangkan media miring ini menggunakan tabung reaksi dimana sedikit kemungkinan
untuk terkontaminasi organisme lain pada saat pembuatan media itu sendiri.
Dasar
makanan yang paling baik untuk kultur bakteri adalah medium yang mengandung zat-zat organik seperti
rebusan daging, sayur-sayuran, sisa-sisa makanan, atau ramuan-ramuan buatan
manusia. Medium yang banyak digunakan dalam pekerjaan rutin di laboratorium
adalah kaldu cair dan kaldu agar. Medium tersebut tersusun oleh
komposisi kaldu bubuk (3 gr), pepton (5 gr), dan air suling (1000 gr).
Dalam praktikum
pembuatan medium Zobell’s yang dilakukan, digunakan pepton dan ekstrak yeast,
kedua bahan ini bermanfaat untuk memberikan nutrisi bagi bakteri yang akan
ditanam dalam medium tersebut karena mengandung banyak N2. Dan
bacto agar yang digunakan dalam medium ini berfungsi untuk memadatkan, karena
medium nya menggunakan medium padat. Sedangkan memakai aged seawater (air
laut), karena bakteri yang digunakan berasal dari laut. Apabila dalam praktikum
menggunakan bakteri yang berasal dari air tawar, maka air yang digunakan adalah
air tawar seperti tempat bakteri
tersebut tumbuh. Namun, jika bakteri yang berasal dari laut dalam medium nya
diberikan air tawar, maka bakteri tersebut tidak dapat tumbuh. Karena air tawar
tidak mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam air laut.
Menurut Achmad
Dinoto (2007), Pertumbuhan
bakteri selain memerlukan nutrisi, juga memerlukan pH yang tepat. Kebanyakan
bakteri tidak dapat tumbuh pada kondisi yang terlalu basa, kecuali Vibrio
cholerae yang dapat hidup pada pH lebih dari 8. Suhu juga merupakan variabel
yang perlu dikendalikan
Menurut Achmad
Dinoto (2007), PH merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu keberhasilan
dalam pembuatan medium sehingga kondisi pH yang terlalu basa atau terlalu asam
tidak cocok untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup
pada kondisi tersebut. Medium didiamkan atau
disimpan selama 2 x 24 jam untuk menyakinkan bahwa medium masih steril, karena
selain pH sebagai penentu tumbuhnya mikroba, alat dan medium yang steril juga
menentukan.
Menurut Achmad
Dinoto (2007), Pada
medium agar miring menggunakan tabung reaksi, karena tabung reaksi cukup tinggi untuk bisa menampung volume media.
Jadi, apabila tabung reaksi dimiringkan, medium tidak tumpah. Tetapi pada saat
memiringkan tabung reaksi, medium tidak boleh sampai mengenai kapas penutup
tabung reaksi, karena hal ini dapat menyebabkan medium terkontaminasi terlebih
dahulu dengan bakteri yang ada di lingkungan sekitar.
Setelah medium dimiringkan, semua tabung
reaksi diikat menjadi satu untuk kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan
disterillisasi. Untuk memastikan medium tidak terkontaminasi dengan bakteri
lain. Tapi pada medium agar di cawan petri, medium disterillisasi terlebih
dahulu dalam autoklaf. Medium agar miring ini berguna untuk biakan kultur murni.
4.2.3
Pengecatan
Bakteri
·
Pengecatan Gram
Pewarnaan
Gram merupakan suatu metode pewarnaan diferensial yang penting untuk membedakan
atau mencirikan bakteri. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi diberi
larutan tertentu yaitu kristal violet, iodine, alkohol, dan sfranin. Bakteri
yang sudah diberi warna dengan menggunakan metode pewarnaan ini dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu gram positif dan gram negatif. Pada beberapa marga, bakteri melepaskanzat
pewarna dengan mudah apabila dicuci menggunakan alcohol dan zat pewarnaakan
tetap bertahan pada bakteri yang lain. Ini dimungkinkan karena antara
gram positif dan gram negatif memiliki perbedaan yang mendasar dalam hal
ketebalandinding selnya. Pada
bakteri positif dinding selnya memiliki struktur yang lebih tebal sehingga
tetap berwarna ungu sedangkan pada gram negatif memiliki struktur dinding sel
yang lebih tipis sehingga warnanya akan pudar ketika dicuci dengan alkohol
Selanjutnya, penambahan safranin berguna sebagai
pewarna pada pengamatan bakteri ini. Hal
ini terkait dengan hubungan antara bakteri dan zat pewarna basa yang menonjol
yang disebabkan asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel bakteri. Jadi jika bakteri diberi warna, muatan negatif dalam
asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif dalam zat pewarna basa.
Sebaliknya, zat pewarna asam akan ditolak oleh muatan negatif bakteri secara
menyeluruh. Jadi, ketika bakteri diolesi dengan zat pewarna, asam akan
menghasilkan pewarnaan pada
daerah latar belakang saja.
Menurut Wahyuningsih (2008), Bakteri merupakan makhluk hidup dengan
ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam yaitu elips,
bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati
atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan keadaan struktur internal dan
butiran. Pewarnaan gram merupakan salah satu tekhnik
pewarnaan diferensial yang penting dan yang paling luas digunakan.
Pewarnaan ini digunakan untuk mengidentifikasi bakteri gram positif dan
gram negatif berdasarkan
warna akhir yang terbentuk yaitu gram positif berwarna ungu
dan gram negatif berwarna merah.
Pada
praktikum pengecatan gram, dimulai dengan persiapan
gelas obyek dibersihkan
menggunakan alkohol. Pembersihan ini dilakukan supaya
gelas obyek bebas
lemak dan debu. Dalam pengambilan kultur
bakteri ini tidak diambil terlalu banyak karena jika terlalu banyak akan sulit
diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri
akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu
menjadi tidak jelas. Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas nyala
api. Proses
fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar melekat pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar melekat pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
Setelah
dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan
kristal violet dan dibiarkan selama satu menit. Kemudian dicuci dengan air
mengalir dan dibiarkan sampai kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan air bertujuan untuk mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal. Setelah kelebihan zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan iodin dan dibiarkan selama satu menit sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet kristal dan iodine sehingga sel berwarna biru. Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda.
kristal violet dan dibiarkan selama satu menit. Kemudian dicuci dengan air
mengalir dan dibiarkan sampai kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan air bertujuan untuk mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal. Setelah kelebihan zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan iodin dan dibiarkan selama satu menit sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet kristal dan iodine sehingga sel berwarna biru. Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda.
Menurut Wahyuningsih (2008), Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan
gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel
bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein
dan gram negatif mengandung
lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding
selnya tipis. Namun setelah pencucian dengan etanol warna ungu yang diikat oleh
bakteri gram negatif luntur, sedangkan pada bakteri gram positif tidak. Pada
gram negatif lemak terekstraksi dari dinding sel sehingga pori membesar dan
kompleks violet kristal-iodin keluar sel, sedangkan pada gram positif dinding
sel dehidrasi, pori berkerut dan permeabilitas rendah sehingga kompleks violet
kristal-iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma sehingga
sel tetap biru/ungu. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna
merah pada bakteri
gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif
dinding selnya
terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori
– pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna
safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.
Menurut
Wahyuningsih (2008), Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen
dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara
dinding sel dan membran
sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif
dengan pencucian alkohol memungkinkan
hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran
tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (25-50nm)
sedangkan bakteri negatif lapisan
peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).
Menurut
Wahyuningsih (2008), Bakteri gram
negatif dalam kehidupan sehari-hari ada yang bersifat merugikan dan ada yang
menguntungkan. Bakteri yang merugikan umumnya bersifat menyebabkab kerusakan
pada bahan makanan, misalnya Acetobacter dan Achromobacter. Sedangkan bakteri
yang menguntungkan, misalnya Escherichia coli , digunakan sebagai
indikator tercemarnya makanan dan air. Bakteri
gram negatif secara struktur tidak mengandung asam teikhoat tetapi mengandung
lipid, protein, dan polipeptida. Bakteri ini juga banyak mengandung
polisakarida dan polipeptida.
·
Pengecatan Spora
Menurut Banyu (2010), Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas
pembungkus luar, korteks dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel
vegetatif membentuk endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding
sel yang sama sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah
bentuk sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara
mendalam untuk mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan
morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam
sediaan suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna
pada sel yang diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat
ditembus, ini pula yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui
pencucian dengan alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel
vegetatif. Sel vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora
biasanya diwarnai dengan hijau malachit atau carbol fuchsin.
Menurut Banyu (2010), Spora bakteri dapat berbentuk bulat, lonjong atau
silindris. Berdasarkan letaknya spora di dalam sel kuman, dikenal letak
sentral,subterminal dan terminal. Ada spora yang garis tengahnya lebih besar
dari garis tengah sel kuman, sehingga menyebabkan pembengkakan sel bakteri.
Menurut Banyu (2010), Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat
pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit
hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum.
Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora,
endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan.
Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam
endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu
ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada
endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya.
Menurut Banyu (2010), Bakteri penghasil spora tahan terhadap
pewarnaan. Oleh karena itu, setelah diwarnai oleh suatu warna, misalnya
malachite green, akan mengikat kuat senyawa pewarna. Untuk pewarnaan
selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora tidak dapat menerimanya
karena sudah terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna bakteri spora adalah
hijau.
Menurut Banyu (2010), Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak
tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh
malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah
dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan
safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil
pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin.
Contoh yang paling mudah adalah untuk spesies Bacilllus subtilis dan E.
Coli. B. Subtilis akan berwarna hijau setelah pengecatan. Hal ini
berarti B. Subtilis memiliki endospora. Endospora lebih tahan
lama meski dalam keadaan linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan
kimia yang beracun. Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan.
Sekali berhasil diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna
sehingga saat diberi warna dari safranin tetap berwarna hijau karena spora
sudah mengikat malachite dan sulit mengikat warna yang diberikan kemudian.
Eschericia coli setelah pengecatan akan berwarna merah muda dari safranin. E.coli
berarti tidak memiliki endospora, hanya memiliki sel vegetatif.
Karena E.coli hanya memiliki sel vegetatif, sel vegetatif
tidak tahan terhadap pewarnaan. Saat diwarnai denga malachite, sel vegetatif
tidak dapat mengikat malachite sehingga saat dilunturkan, warna malachite dapat
hilang. Kemudian saat diberi safranin, sel vegetatif dapat mengikat warna
kembali sehingga warna sel menjadi merah muda.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Macam – macam teknik
sterilisasi antara lain ; Sterilisasi secara fisik atau basah (autoklaf) ;
Sterilisasi Kering (oven atau inkubator) ; Sterilisasi secara kimia (misalnya
dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin) ; dan
destruksi dengan cara perebusan.
2. Cara pengoperasian alat
sterilisasi berbeda satu sama lain sesuai dengan jenis dan kegunaannya
masing-masing.
3. Jenis
medium dapat digolongkan berdasarkan konsistensinya berupa ; medium cair,
medium padat, medium diperkaya, medium selektif, medium diferensiasi, medium
penguji, medium umum, medium khusus, dan medium untuk perhitungan jumlah
koloni. Sedangkan berdasarkan susunan kimianya berupa ; medium alamiah, medium
semi alamiah, dan medium sintesis.
4. Pembuatan
media disesuaikan dengan bakteriyang akan diuji.
5. Teknik
pengecatan yang umum digunakan adalah pengecatan spora dan pengecatan gram.
6. Teknik
pengecetan yang ada dalam mikrobiologi adalah gram, acid fast, pewarnaan endospora, pewarnaan flagella
5.2. Saran
1. Diharapkan agar peralatan yang ada di labolatorium
lebih dilengkapi lagi agar memperlancar dalam praktikum.
2. Diharapkan semua praktikan mendapatkan porsi
praktikum yang sama. Dalam artian pada saat praktikum semua mengikutinya tanpa
ada pekerjaan lain seperti mencuci alat dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Dinoto. 2007. Media Agar. Ide Besar Istri Peneliti. http://www.nvtech.com Diakses tanggal 27 November 20111
Assani,
S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Banyu, 2010,
http//ekmon-saurus/bab-3-Cat- Spora/.htm . diakses pada
tanggal 27 November 2011,
Makassar.
Dwidjoseputro,
D., 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo,
Ratna Siri., 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.
Indra.,
2008, http//ekmon-saurus/bab-2-Media- pertumbuhan/.htm . diakses pada tanggal
08 maret 2009, Makassar.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I.
B. G. Darmayasa. 2007. Buku
Ajar Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Biologi F. MIPA UNUD : Bukit Jimbaran
Kawuri, R., Y. Ramona dan I.
B. G. Darmayasa. 2007. Penuntun
Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Biologi F. MIPA UNUD : Bukit
Jimbaran
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi.
Malang: JICA
Lay, B.W. dan Sugyo Hastowo.1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali press.
Pelczar,
M. J. & E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.
Prescott, L.M., Harley, J., Klein, D. 2002.
Microbiology Fifth Edition. Mc Graw Hill. USA.
Schegel,
G.H. 1993. General Microbiologi seventh edition. Cambrige University Press,
USA.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar.
Papas Sinar Sinanti, Jakarta.
Volk
& Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Wahyuningsih. 2008. Pengecatan Gram. Farmasi. Jurusan Biologi F.
MIPA UNUD : Bukit Jimbaran
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar