Minggu, 01 Juni 2014

contoh laporan isolasi dan penanaman mikroorganisme




BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sesuai namanya, bidang ilmu mikrobiologi (mikros = kecil/sangat kecil; bios = hidup/kehidupan) mempelajari tentang bentuk, kehidupan, sifat, dan penyebaran organisma yang termasuk golongan mikroba (jasad renik). Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Walupun sudah agak lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723) (Hadioetomo, 1993).
Dengan kemajuan zaman tersebut, maka kita perlu untuk belajar mikrobiologi. Agar kita dapat mengetahui jenis-jenis mikroba yang ada di lingkungan sekitar dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dengan lebih luas dan maju lagi. Dengan mempelajari mikrobiologi, kita juga dapat mengetahui mikroba yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya mikroba yang dapat dijadikan obat, dalam bidang industri pangan, atau bahkan dijadikan bahan biodiesel (Hadioetomo, 1993).
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi (Volk & Wheeler, 1993).
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Dalam bidang mikrobiologi baik dalam pengerjaan penelitian atau praktikum, keadaan steril merupakan syarat utama berhasil atau tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium.
Pengetahuan tentang prinsip dasar sterilisasi dan desinfeksi sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan di bidang medis yang bertanggung jawab. Cara sterilisasi dan desinfeksi yang baru banyak diperkenalkan, namun masih tetap digunakan cara-cara dan beberapa bahan seperti digunakan berabad lalu. Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi (Volk & Wheeler, 1993).

Secara umum, sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya mikrobia dalam suatu wadah ataupun peralatan laboratorium. Sesuai tujuan percobaan dalam percobaan ini diharapkan praktikan dapat membuat dan mensterilkan media dan alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering (Achmad, 2007).
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus dalam keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang mengganggu atau yang merusak media atau mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia, maupun mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme disebut dengan sterilisasi (Waluyo, 2005).
Metode sterilisasi secara fisik dapat dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah akibat suhu yang tinggi atau tekanan yang tinggi. Cara kerja dari panas tersebut, bahwa panas membunuh mikroba karena mendenaturasi protein, terutama enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba dalam air mendidih akan cepat mematikan daripada dipanasi secara kering (Waluyo, 2005).
Saat perlakuan pemindahan biakan (Inokulasi) secara aseptik, sesungguhnya saat itu juga sudah dikatakan menggunakan salah satu cara sterilisasi, yaitu pembakaran. Karena kita ketahui bahwa sterilisasi adalah proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas. Ada dua metode yang sering digunakan, yaitu Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi karena menyediakan suhu jauh di atas titik didih, proses cepat, daya tembus kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu efektifnya adalah160 derajaty celcius pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu standar 15 menit. Alat yang digunakan : pressure cooker, autoklaf (autoclave) dan retort. Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat laboratorium. Suhu efektifnya adalah 160 derajat celciusselama 2 jam. Alat yang sering digunakan pada umumnya adalah oven (Hadioetomo, 1993).
Medium ialah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di atas atau didalamnya. Sebelum menumbuhkan mikroorganisme, pertama-tama kita harus dapat memahami kebutuhan dasarnya lalu mencoba memformulasikan suatu medium yang memberikan hasil baik. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan pada komposisi (medium sintetis, semi sintetis, dan non sintetis), konsentrasi (solid medium, semi solid medium, dan broth medium), dan selektivitas (medium umum, selektif, diferensial, medium uji, dan medium diperkaya) (Waluyo, 2005).
Berdasar dari hal tersebut diatas, maka diadakanlah praktikum Sterilisasi dan pembuatan media  ini guna memberikan pemahaman kepada kita tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi serta menambah pengetahuan dan keterampilan kita tentang teknik atau tata cara sterilisasi dalam mikrobiologi.

1.2  Tujuan praktikum
1.    Praktikan memahami bermacam-macam teknik sterilisasi
2.    Praktikan dapat mengoperasikan alat-alat sterilisasi
3.    Praktikan memahami mengenai bermacam-macam media
4.    Praktikan dapat membuat media
5.    Praktikan memahami bermacam-macam teknik pewarnaan
6.    Praktikan dapat melakukan gram, acid fast, pewarnaan endospora, pewarnaan flagella

1.3  Manfaat praktikum
1.    Praktikan mampu memahami spesifikasi alat sterilisasi, fungsi, prinsip kerja, serta cara kerjanya sesuai prosedur yang berlaku.
2.    Praktikan mampu membuat media bakteri dengan baik dan benar
3.    Praktikan dapat memahami spesifikasi, jenis serta kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap teknik pengecetan











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sterilisasi
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Dalam bidang mikrobiologi baik dalam pengerjaan penelitian atau praktikum, keadaan steril merupakan syarat utama berhasil atau tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium (Volk & Wheeler, 1993).
Pengetahuan tentang prinsip dasar sterilisasi dan desinfeksi sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan di bidang medis yang bertanggung jawab. Cara sterilisasi dan desinfeksi yang baru banyak diperkenalkan, namun masih tetap digunakan cara-cara dan beberapa bahan seperti digunakan berabad lalu (Volk & Wheeler, 1993).
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi (Volk & Wheeler, 1993).
Secara umum, sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya mikrobia dalam suatu wadah ataupun peralatan laboratorium. Sesuai tujuan percobaan dalam percobaan ini diharapkan praktikan dapat membuat dan mensterilkan media dan alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering (Achmad, 2007).
Pematian mikroorganisme mendasari metode kerja mikrobiologik dan pengawetan bahan makanan, sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut. Pembebasan sesuatu bahan dari mikroorganisme hidup atau stadium istirahatnya disebut sterilisasi. Mikroorganisme mempunyai kerentanan berbeda terhadap bahan-bahan yang digunakan untuk mematikannya. Terdapat perbedaan antar jenis tergantung dari kadar air dan pH lingkungan, dan dari umur sel atau spora dan seterusnya. Kecepatan pematian atau pemusnahan yang ekspoensial tidak hanya tergantung dari jenis mikroorganisme saja tetapi dari berbagai kondisi lingkungan. Sebagai ganti kecepatan ini, sebagai kriteria terjadi peristiwa pematian pada kondisi tertentu dan populasi tertentu digunakan niai D, yaitu waktu yang diperlukan untuk pematian 90% dari sel, juga disebut masa reduksi desimal (Schlegel dan Schmidt, 1994).
Sterilisasi atau pasteurisasi dicapai dengan menggunakan pemanasan lembab, pemanasan kering, filtrasi, penyinaran atau bahan-bahan kimia (Tjitrosomo,1982).

2.2 Jenis - Jenis Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini bertujuan untuk membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai macam mikroorganisme. Suatu bahan bisa dikatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak baik dalam bentuk vegetatip walaupun bentuk nonvegetatip (spora) (Hadioetomo, 1993)
Cara – cara sterilisasi adalah sebagai berikut :
1.     Secara fisis pemanasan basah
2.     Secara mekanis dengan penyaringan
3.     Secara fisis pemanasan kering
4.     Secara kimia
5.     Destruksi
(Hadioetomo, 1993)
2.2.1 Secara fisis pemanasan basah
a)    Pemanasan dengan otoklaf
Alat ini terdiri dari suatu tempat yang tahan terhadap tekanan tinggi yang dilengkapi dengan barometer termometer dan kleb.Cara menggunakan otoklaf isilah tempat air dengan air sampai angsang kemudian dimasukan alat atau bahan kedalam otoklaf. Atur kran pengatur tempat keluar air ditutup sehingga tekanan uap didalam otoklaf mencapai 2 atm dan suhu 121º dan biarkan sterilisasi berlangsung 15 – 30 menit. Untuk sediaan obat steril yang volumenya kurang dari 100ml dilakukan sterilisasi 115º – 116º selama 30 menit sedangkan untuk sediaan yang volumenya lebih dari 100 ml dilakukan sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 115º – 116º dengan waktu 30 menit. Setelah sterilisasi selesai biarkan otoklaf sampai dingin sampai tekanan menunjukan angka 0 kemudian kran pengatur dibuka dan terakhir tutup bejana dibuka (Hadioetomo, 1993)
b)   Pemanasan + bakterisida
Cara ini dilakukan dengan cara melarutkan atau mensuspensi bahan obat dalam air proinjeksi dan ditambah Klorkresol 0,2% b/v atau larutan bakterisida yang lain lalu diisikan dalam wadah kedap. Pada sediaan obat steril sterilisasi dilakukan dengan cara. Untuk volume kurang dari 30 ml dipanasi pada suhu 98º sampai 100º selama 30 menit (Hadioetomo, 1993)

2.2.2 Penyaringan
Larutan disaring dengan penyaring bakteri steril dan diisikan ke dalam wadah yang steril dan tertutup kedap.
Macam – macam penyaring bakteri adalah :
1.    Filter gelas G5
2.    Filter asbes, Filter Seitz
3.    Filter berkefeld
4.    Filter Mandler
          (Fardiaz,1992)

2.2.3 Pemanasan kering
Alat yang digunakan berupa oven. Suhu yang digunakan pada sterilisasi adalah 170o– 180o C paling sedikit selama 2 jam. dibandingkan dengan pemanasasn basah, pemanasan kering lebih efisien karena tingkat suhu dan waktu sterilisasinya yang cukup tinggi (Fardiaz,1992)
2.2.4  Sterilisasi Kimia
Menggunakan Formaldehida dalam bentuk gas atau menggunakan etilen oksida dalam bentuk gas dalam bentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% gas CO2. Sterilisasi kimia dilakukan karena dalam sterilisasi secara fisik diasumsikan bahwa bahan yang disteriliasasi akan mengalami kerusakan pada suhu yang tinggi. (Lay dan Hastowo, 1992)

2.2.5 Destruksi
Destruksi merupakan proses pemusnahan pada hasil pekerjaan mikrobiologi yang telah mengandung mikroorganisme sebelum dilakukan pencucian. Proses destruksi ini penting untuk dilakukan, hal ini bertujuan untuk membersihkan semua mikroorganisme yang terdapat pada alat alat yang telah digunakan pada saat percobaan. Karena kita tidak dapat memastikan bahwa alat alat itu bersih sebelum di destruksi, bisa saja terdapat bakteri atau mikroorganisme yang dapat membahayakan diri kita. Proses ini umumnya di lakukan dengan memasukkan semua wadah atau alat hasil percobaan (yang sudah d kontakan dengan mikroorganisme) ke dalam autoklaf, kemudian di aktifkan pada suhu 121 derajat celcius selama 30 menit. Bila telah selesai, wadah yang mengandung media dan mikroba hasil percobaan (yang telah cair) dapat di buang ke pembuangan umum, kemudian alat dicuci bersih dengan air sabun. (Suriawiria, U. 2005)

2.3 Teknik Aseptis
Teknik aseptis sangat penting dalam pengerjaan mikrobiologi yang memerlukan ketelitian dan keakuratan disamping kesterilan yang harus selalu dijaga agar terbebas dari kontaminan yang dapat mencemari. Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat besar dan komplek. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit. Sekali bersin terdapat beribu-ribu mikroorganisme sehingga diperlukan teknik yang dapat meminimalisirnya seperti pengisolasian (Pelczar & Chan, 1986).
Salah satu teknik dasar dalam analisa mikrobiologi adalah teknik transfer aseptis (suatu metode atau teknik di dalam memindahkan atau mentransfer kultur bakteria dari satu tempat ke tempat lain secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroba lain ke dalam kultur). Teknik ini sangat esensial dan kunci keberhasilan prosedur mikrobial yang harus diketahui oleh seorang yang hendak melakukan analisis mikrobiologi. Pengambilan sampel harus dilakukan secara statistik agar tidak bias, jadi secara acak (random sampling). Selain itu, digunakan teknik aseptis selama pengambilan sampel agar tidak terjadi pencemaran. Alat-alat yang digunakan harus steril. Bahan makanan cair diambil dengan pipet steril, makanan padat menggunakan pisau, garpu, sendok atau penjepit yang steril (Afrianti, 2004). 

2.4  Alat-Alat dan Bahan Sterilisasi
2.4.1 Autoklaf
Autoclave adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC (250oF). Jadi tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15 pounds per square inch). Lama sterilisasi yang dilakukan biasanya 15 menit untuk 121oC.
Alat ini terdiri dari suatu tempat yang tahan terhadap tekanan tinggi yang dilengkapi dengan barometer termometer dan kleb.Cara menggunakan otoklaf isilah tempat air dengan air sampai angsang kemudian dimasukan alat atau bahan kedalam otoklaf. Atur kran pengatur tempat keluar air ditutup sehingga tekanan uap didalam otoklaf mencapai 2 atm dan suhu 121º dan biarkan sterilisasi berlangsung 15 – 30 menit. Untuk sediaan obat steril yang volumenya kurang dari 100ml dilakukan sterilisasi 115º – 116º selama 30 menit sedangkan untuk sediaan yang volumenya lebih dari 100 ml dilakukan sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 115º – 116º dengan waktu 30 menit. Setelah sterilisasi selesai biarkan otoklaf sampai dingin sampai tekanan menunjukan angka 0 kemudian kran pengatur dibuka dan terakhir tutup bejana dibuka (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.2 Pembakar Bunsen
Fungsi utama dari pembakar bunsen adalah ntuk menciptakan kondisi yang steril. Untuk sterilisasi jarum ose, mulut tabung reaksi, dan cawan petri, bagian api yang paling cocok untuk memijarkannya adalah bagian api yang berwarna biru. Perubahan bunsen dapat menggunakan bahan bakar gas atau metanol (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.3 Jarum Oose
Jarum inokulum berfungsi untuk memindahkan biakan untuk ditanam atau ditumbuhkan ke media baru. Jarum inokulum biasanya terbuat dari kawat nichrome atau platinum sehingga dapat berpijar jika terkena panas. Bentuk ujung jarum dapat berbentuk lingkaran dan disebut ose dan yang berbentuk lurus disebut inoculating (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.4 Inkubator
Inkubator adalah alat untuk menginkubasi atau memeram mikroba pada suhu yang terkontrol. Alat ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur waktu. Kisaran suhu untuk inkubator produksi Heraeus B5042 misalnya adalah 10-70oC (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.5 Oven
Alat ini merupakan salah satu alat dalam teknik sterilisasi panas. Alat ini menggunakan panas kering. Dalam penggunaannya, alat ini di setting dalam suhu yang tinggi (160º atau 180ºC). Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat-alat glass (Volk, dan Wheeler,1993).
2.4.6 Alkohol 75 %
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol ; dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi.  Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol)
Alkohol disinfektan yang banyak dipakai untuk peralatan medis, contohnya termometer oral.[4] Umumnya digunakan etil alkohol dan isopropil alcohol dengan konsentrasi 60-90%, tidak bersifat korosif terhadap logam, cepat menguap, dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet atau plastik. (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol)

2.5 Media Pembiakan Bakteri
Medium ialah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di atas atau didalamnya. Sebelum menumbuhkan mikroorganisme, pertama-tama kita harus dapat memahami kebutuhan dasarnya lalu mencoba memformulasikan suatu medium yang memberikan hasil baik. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan pada komposisi (medium sintetis, semi sintetis, dan non sintetis), konsentrasi (solid medium, semi solid medium, dan broth medium), dan selektivitas (medium umum, selektif, diferensial, medium uji, dan medium diperkaya) (Waluyo, 2005).
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Indra, 2008).
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya (Volk, dan Wheeler,1993).
Akan tetapi yang terpenting medium harus mengandung nutrien yang merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrien ini adalah degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh (Label, 2008).
Untuk menelaah bakteri di dalam laboratorium , pertama- tama kita harus dapat menumbuhkan bakteri tersebut di dalam suatu biakan murni. Untuk melakukannya haruslah dimengerti jenis- jenis nutrient yang disyartakan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang mana dapat menyebabkan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya tersbut (Pelczar, 1986).

2.6. Jenis – Jenis Media Pembiakan Bakteri
Adapun macam-macam media Pertumbuhan antara lain (Indra, 2008) :
1. Medium berdasarkan sifat fisik
a)    Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media menjadi padat..
b)   Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan dibawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur. Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh media.
c)    Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).

2. Medium berdasarkan komposisi
a)    Medium sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar.
b)   Medium semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui secara pasti, misanya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak kentang, kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa penyusunnya.
c)    Medium non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion Agar, Pancreatic Extract.
3. Medium berdasarkan tujuan
a)    Media untuk isolasi
Media ini mengandung semua senyawa esensial untuk pertumbuhan mikroba, misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.
b)   Media selektif/penghambat
Media yang selain mengandung nutrisi juga ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Contohnya adalah Luria Bertani medium yang ditambah Amphisilin untuk merangsang E.coli resisten antibotik dan menghambat kontaminan yang peka, Ampiciline. Salt broth yang ditambah NaCl 4% untuk membunuh Streptococcus agalactiae yang toleran terhadap garam.
c)    Media diperkaya (enrichment)
Media diperkaya adalah media yang mengandung komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah komponen kompleks seperti darah, serum, kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif untuk mikroba tertentu. Bakteri yang ditumbuhkan dalam media ini tidak hanya membutuhkan nutrisi sederhana untuk berkembang biak, tetapi membutuhkan komponen kompleks, misalnya Blood Tellurite Agar, Bile Agar, Serum Agar, dll.
d)   Media untuk peremajaan kultur
Media umum atau spesifik yang digunakan untuk peremajaan kultur
e)    Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi spesifik.
Media ini digunakan unutk mendiagnosis atau menganalisis metabolisme suatu mikroba. Contohnya adalah Koser’s Citrate medium, yang digunakan untuk menguji kemampuan menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon.
f)    Media untuk karakterisasi bakteri
Media yang digunakan untuk mengetahui kemempuan spesifik suatu mikroba. Kadang-kadang indikator ditambahkan untuk menunjukkan adanya perubahan kimia. Contohnya adalah Nitrate Broth, Lactose Broth, Arginine Agar.
g)   Media diferensial
Media ini bertujuan untuk mengidentifikasi mikroba dari campurannya berdasar karakter spesifik yang ditunjukkan pada media diferensial, misalnya TSIA (Triple Sugar Iron Agar) yang mampu memilih Enterobacteria berdasarkan bentuk, warna, ukuran koloni dan perubahan warna media di sekeliling koloni.

Meskipun telah dijabarkan berbagai macam jenis dari medium, perlu diiingat bahwa tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan bagi kultivasi untuk semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam, baik dari persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa berapa bakteri memiliki persyaratan nutrient yang sederhana, sedang yang lain memiliki persyaratan yang rumit. Karena alsan ini kondisi harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga bisa menguntungkan bagi kelompok bakteri yang sedang ditelaah (Pelczar, 1986).
Medium yang padanya bakteri ditumbuhkan akan beranak dalam susunannya sesuai dengan kebutuhan jenis-jenis yang bersangkutan. Beberapa bakteri dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organik, seperti gula. Bakteri lain memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yang kepadanya ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lain – hampir semua media yang biasa dipakai sehari-hari dapat di beli secara komersil sebagai tepung kering. Jadi, untuk membuat suatu medium, yang harus dilakukan hanyalah menimbang jumlah tepung yang diperlukan, menambahkan air, dan mensterilkan sebelum dipakai (Volk and Wheler, 1988).
Suatu medium yang mengandung substansi kompleks seperti ekstrak daging sapi, ekstrak khamir, tripton, dan darah juga dapat disebut medium buatan atau medium kompleks (artificial or complex medium). Sebagai lawannya, kita mengacu pada medium yang rumus kimia masing-masing ramuannya dapat dituliskan sebagai medium sintetis (synththetical medium) atau medium yang ditentukan (defined medium). Medium sintetis mungkin sangat rumit dan sangat berbeda sesuai dengan organisme tertentu yang hendak ditumbuhkan. Untuk sebagian besar, medium sintetis hanya digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium penelitian. Media agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan campuran mikroorganisme, sehingga masing-masing jenisnya menjadi terpisah-pisah. Teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media agar memungkinkan setiap sel berhimpun menjadi koloni. Semua sel dalam koloni itu dianggap kesemuanya merupakan keturunan (progeni) suatu organisme dan karena itu mewakili apa yang disebut mikrobiologi biakan murni (Hadioetomo, 1993).
Di samping itu, gelatin dapat juga dipakai sebagai bahan pengental dan memang dahulu orang memakainya tetapi sejak lama orang lebih suka menggunakan agar-agar. Agar-agar baru mencair pada suhu 950 C, sedangkan gelatin sudah mencair pada suhu 250 0C. Dengan demikian medium yang mengandung gelatin perlu disimpan dalam tempat yang lebih dingin dari pada suhu kamar, jika dikehendaki medium tersebut tetap dalam keadaan padat. (Volk and Wheeler, 1988).

2.7 Pembuatan Media
Sebelum melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu kitaharus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme dapatberkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme yangdikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Untuk melakukanhal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrisi yang diisyaratkan oleh bakteri atau jamur dan jugamacam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya.Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebutmedium. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkanmikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganismeyang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangatsederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon organik sepertigula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yaituberupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya (Kusnadi et al, 2003).
Mikroorganisme dapat dibiakkan dalam air yang sudah ditambah dengan nutrien yang sesuai. Medium biakan adalah larutan encer yang mengandung nutrien penting, yang menyediakan kebutuhan bagi sel mikroba supaya dapat tumbuh dan menghasilkan banyak sel yang serupa. Di samping sumber energi berupa senyawa organik dan anorganik atau cahaya, medium biakan harus memiliki sumber karbon, nitrogen dan nutrien penting lainnya. Medium biakan dapat disiapkan dalam keadaan cair maupun gel (semi padat). Dari cair dapat diubah menjadi padat dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat disimpan dalam bentuk lempeng pada cawan petri tertutup, di mana sel mikroba dapat tumbuh dan membentuk massa yang terlihat sebagai koloni sel. Di samping itu medium biakan yang mengandung agar dapat pula disimpan dalam tabung reaksi dengan kemiringan tertentu, di mana sel mikroba dapat tumbuh dengan memberikan karakteristik pertumbuhan yang khas (Kusnadi et al, 2003).

2.8  Komposisi Media
Memformulasikan suatu medium atau bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalamnya harus memperhatikan berbagai macam ketentuan seperti jika kita ingin membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air sangat penting sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin, atau silika. Bahan agar yang utama adalah galaktan (komplek karbohidrat yang diekstrak dari alga genus Gelidium). Agar akan larut atau cair pada suhu hampir 100oC dan akan cair apabila kurang lebih 43oC (Hadioetomo, 1993). Menurut Schlegel (1993) agar merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan melalui metode bacteriaological.
Ph merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam pembuatan medium sehingga kondisi ph yang terlalu basa atau terlalu asam tidak cocok untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup pada kondisi tersebut. Media didiamkan atau disimpan selama 2 x 24 jam untuk meyakinkan bahwa media masih steril, karena selain ph sebagai penentu tumbuhnya mikroba, alat dan medium yang steril juga menentukan (Hadioetomo, 1993).
2.9 Pewarnaan / Pengecatan
Tujuan dari pewarnaan antara lain adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel mikroorganisme (khususnya bakteri), untuk memperjelas ukuran jasad, untuk dapat mengamati struktur luar dan dalam sel mikroba, dan untuk dapat melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan, sehingga sifat fisik dan kimia jasad dapat diketahui. Berhasil atau tidaknya pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang akan diwarnai (umur biakan paling baik adalah 24 jam) (Kawuri dkk., 2007).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam (Wahyuningsih, 2008).
Contoh zat warna yang sering digunakan adalah methylen blue, kristal violet, karbol fuhsin, dan lain-lain (Kawuri dkk., 2007).
Morfologi sel mikroba dapat diamati dengan dua cara yaitu pengamatan sel hidup yang tidak diwarnai dan pengamatan sel mati yang diwarnai. Sel yang hidup tidak berwarna sehingga sulit diamati. Mikroba dapat diwarnai tanpa mewarnai lingkungan sekitarnya.Pengecatan adalah suatu cara untuk membuat jasad renik lebih mudah diamati di bawah mikroskop sehingga dapat membantu dalam identifikasi dan klasifikasi bakteri. Sejumlah besar koloni mikroba menarik perhatian oleh warnanya yang mencolok, disebabkan karena terjadi ekskresi zat warna ke dalam medium atau fermentasi sel. Kemampuan untuk membentuk zat warna terfikasi secara genetik dan demikian merupakan suatu penanda khusus (Schlegel, 1992).
Christian Gram, seorang ahli bakteri Denmark pada tahun 1884 secara kebetulan menemukan prosedur pewarnaan Gram. Pewarnaan ini mungkin merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan paling banyak digunakan dalam klasifikasi mikroba. Dengan metode ini, mikroba dapat dibedakan secara umum menjadi dua kelompok besar yaitu: (a) organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu) disebut Gram positif, (b) organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan safranin sehingga sel tampak merah muda disebut Gram negatif (Hadioetomo, 1985)

2.10 Teknik – Teknik Pengecatan
2.10. 1 Pengecatan Gram
Pengecatan Gram merupakan salah satu teknik pengecatan yang dikerjakan di laboratorium mikrobiologi untuk kepentingan identifikasi mikroorganisme.  Morfologi mikroskopik mikroorganisme yang diperiksa dan sifatnya yang khas terhadap pengecatan tertentu (pengecatan Gram) dapat digunakan untuk identifikasi awal.  Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan biaya murah serta, dalam kasus tertentu, dapat membantu dokter untuk memulai terapi suatu penyakit tanpa menunggu hasil kultur (Dwijoseputro, 1994).
          Metode pengecatan tersebut pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884.  Dengan metode pengecatan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.  Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya.  Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp (Dwijoseputro, 1994).
. Pengecatan Gram merupakan salah satu langkah awal mengidentifikasi sel bakteri yang memisahkan bakteri menjadi 2 kelompok yaitu bakteri Gram positif (berwarna ungu/biru) dan bakteri Gram negatif (berwarna merah)
Perbedaan 2 kelompok bakteri ini didasarkan pada kemampuan sel menahan (mengikat) warna ungu dari kristal violet selama proses dekolorisasi oleh alkohol. Bakteri gram positif tidak mengalami dekolorisasi karena tetap mengikat warna ungu kristal violet dan pada tahap akhir pengecatan tidak terwarnai safranin. Bakteri gram negatif mengalami dekolorisasi oleh alkohol dan pada tahap akhir pengecatan terwarnai menjadi merah oleh safranin (Dwijoseputro, 1994).
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru.
Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek (Dwijoseputro, 1994).
Cat Gram yang digunakan terdiri dari 4 macam yang masing-masing mempunyai komposisi dan fungsi yang berbeda, yaitu:
1. Cat Gram A
Cat Gram A berwarna ungu (karena mengandung kristal violet). Cat Gram A merupakan cat primer yang akan memberi warna mikroorganisme target. Pada saat diberi cat ini, semua mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat Gram A (Dwijoseputro, 1994).
2. Cat Gram B
Cat Gram B berwarna coklat. Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme target. Akibat pemberian cat Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik (lebih kuat) (Dwijoseputro, 1994).
3. Cat Gram C
Cat Gram C tidak berwarna. Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya. Akibat pemberian cat C akan terjadi 2 kemungkinan yang pertanama mikroorganisme (bakteri) akan tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian disebut bakteri Gram positif. Sedangkan bakteri akan tidak berwarna, karena tidak tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri Gram negatif (Dwijoseputro, 1994).
4. Cat Gram D
Cat ini berwarna merah. Cat ini merupakan cat sekunder atau kontras. Cat ini berfungsi untuk memberikan warna mikroorganisme non target. Cat sekunder mempunyai spektrum warna yang berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat Gram D, akan terjadi 2 kemungkinan yang pertama bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu, karena telah jenuh mengikat cat Gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat Gram D. Sedangkan yang kedua bakteri Gram negatif akan berwarna merah, karena cat sebelumnya telah dilunturkan oleh cat Gram C maka akan mampu mengikat cat Gram D (Dwijoseputro, 1994).
Pengecatan gram mempunya kelebihan dimana pengecatan Gram penting sebagai pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik, sebelum tersedia bukti definitif bakteri penyebab infeksi (kultur dan tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik). Hal ini karena bakteri Gram positif dan negatif mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis antibiotika. Selain itu kadang-kadang morfologi bakteri yang telah dicat Gram mempunyai makna diagnostik. Misalnya pada pemeriksaan Gram ditemukan Gram negatif diplococci intraseluler dari spesimen pus (nana) uretral, maka memberikan presumptive diagnosis untuk penyakit infeksi gonore. Disamping itu pengecatan gram juga mempunyai kekurangan dimana pengecatan Gram memerlukan mikroorganisme dalam jumlah banyak yakni lebih dari 104 per ml. Sampel yang cair dengan jumlah kecil mikroorganisme misalnya cairan serebrospinal, memerlukan prosedur sentrifuge dulu untuk mengkonsentrasikan mikroorganisme tersebut. Pellet (endapan hasil sentrifuge) kemudian dilakukan pengecatan untuk diperiksa secara mikroskopis (Dwijoseputro, 1994).
Dengan pengectan gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan gram negatif berdasarkan reaksi bakteri terhadap cat tersebut. Reksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh dinding selnya. Oleh karena itu pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada bakteri yang tidak mempunyai dinding sel. Contoh bakteri tahan asam yaitu dari genu Mycobacteria dan beberapa spesies tertentu dari Nocardia. Bakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dinding selnya sehingga menyebabkan dinding selnya relatif tidak semipermeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh pewarnaan biasa seperti pewarnaan sederhana atau pewarnaan Gram (Dwijoseputro, 1994).
Dibawah ini merupakan ciri-ciri bakteri gram (+) dan bakteri gram (-):
·       Bakteri gram (+) akan mengikat kuat cat utama (gram A), tidak luntur oleh cat peluntur(gram C), dan tidak mengikat kuat cat lawan (gram D).
·       Bakteri gram (-) tidak mengikat kuat cat utama (gram A), luntur oleh cat peluntur (gram C) dan mengikat kuat cat lawan (gram D)
2.10.2 Pengecatan Spora
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan. Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel (Assani, S. 1994).
Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas.  Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora. Berikut merupakan beberapa tipe endospora dan contohnya (Assani, S. 1994)
Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green (Fardiaz, 1992).
Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi umumnya hamper sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam (Waluyo, 2004).
Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan, sinar, kekeringan, panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja (Waluyo, 2004).
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya (Prescott, 2002). 



BAB III
MATERI METODE

3.1  Waktu Pelaksanaan
Hari / tanggal         : Jumat, 25 November 2011
Waktu                    : 14.00-17.00 WIB
Tempat                   : Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Gedung E    FPIK UNDIP Tembalang, Semarang

3.2  Alat dan Bahan
3.2.1        Sterilisasi
§   Alat
-       Autoklaf                          : Untuk mensterilkan alat dan bahan.
-       Inkubator                         : Tempat  menginkubasi mikroba
-       Alumunium foil               : Untuk menutup erlenmeyer
§  Bahan
-       Air                                   : Bahan pembuat media
-       Alkohol 70 %                  : Disenfektan
3.2.2        Pembuatan media
§   Alat
-       Cawan petri                     : Wadah pembiakan bakteri / media
-       Timbangan analitik          : Untuk mengukur jumlah bahan
-       Erlenmeyer                      : Wadah penyimpanan media      
-       Bunsen                            : Pencipta kondisi steril
-       Batang pengaduk            : Untuk menghomogenkan larutan
§   Bahan
-       Bacto agar                       : Sebagaipemadat media
-       Ekstrak yeast                   : Sebagai Nutrient untuk bakteri
-       Pepton                             : Sebagai Nutrient untuk bakteri
-       Aquades                          : Bahan pembuat  media

3.2.3        Pengecatan
§   Alat
-       Gelas benda                       : Tempat bakteri disimpan
-       Bunsen                               : Pencipta Kondisi steril
-       Mikroskop                         : Untuk mnegamati bakteri
§   Bahan
-       Bakteri                               : Untuk objek penelitian
-       Kristal violet                      : Cat untuk pewarnaan gram
-       Burke’s iodine                   : Bahan untuk pewarnaan gram
-       Ethanol 95%                      : Disinfektan
-       Air                                     : Bahan penetral (pencuci)
-       Safranin akuosa                 : Cat untuk pewarnaan spora
-       Malachite green                 : Cat untuk pewarnaan spora

3.3  Cara Kerja
3.3.1        Sterilisasi
Cara menggunakan autoklaf :
1.  Cuci cawan petri sampai bersih kemudian dikeringkan,  setelah kering semprotkan alkohol  lalu bungkus cawan petri dengan plastic wrap. Kemudian sterillisasi dengan autoklaf.
2.  Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
3.  Masukkan  peralatan  dan  bahan.  Jika  mensterilisasi  botol  bertutup  ulir,  maka tutup harus dikendorkan.
4.  Tutup autoklaf dengan  rapat  lalu kencangkan baut pengaman agar  tidak ada uap yang  keluar  dari  bibir  autoklaf.  Jangan mengencangkan klep pengaman terlebih dahulu.
5.  Nyalakan  autoklaf, untuk peralatan lama waktu 20 menit sedangkan untuk media lama waktu 15 menit masing-masing dengan suhu  121oC.
6.  Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan  terdesak  keluar  dari  klep  pengaman.  Kemudian tutup (mengencangkan) klep  pengaman dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
7.  Jika  alarm  tanda  selesai  berbunyi,  maka  tunggu  tekanan  dalam  kompartemen turun  hingga  sama  dengan  tekanan  udara  di  lingkungan  (jarum  pada  preisure gauge  menunjuk  ke  angka  nol).  Kemudian  buka klep-klep  pengaman dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati.

3.3.2        Pembuatan media
1.    Siapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian semprotkan alkohol  disekitar meja kerja agar steril.
2.    Timbang bacto agar, ekstrak yeast, dan pepton sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan dengan menggunakan timbangan analitik.
3.    Setelah menimbang, campur bahan menjadi satu kedalam labu Erlenmeyer.
4.    Tuangkan aquades dengan volume yang ditentukan ke dalam erlenmeyer tersebut.
5.    Kemudian panaskan sambil diaduk dan keluar buih namun jangan sampai mendidih.
6.    Setelah dipanaskan tutup erlenmeyer menggunakan kapas dan alumunium foil kemudian mensterilisasi dengan autoklaf.
7.    Setelah itu tuang medium kedalam cawan petri.

3.3.3        Pengecatan
·      Pengecatan Gram
1.    Bubuhkan kristal violet sampai smear terendam cat, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci dengan air mengalir
2.    Bubuhkan smear dengan Burke’s iodine selama 1 menit, cuci dengan air mengalir
3.    Bubuhkan cat penutup dengan safranin akuosa, diamkan selama 30 detik, cuci dengan air mengalir
4.    Keringkan dan anginkan preparat
5.    Amati di bawah mikroskop dengan minyak imersi

·      Pengecatan spora
1. Bubuhkan cat malachite green pada smear, panaskan sampai cat menguap. Hindari preparat mendidih. Cuci dengan air mengalir
2. Bubuhkan cat penutup dengan aqueous safranin, diamkan selama 1-2 menit. Cuci dengan air mengalir
3. Kering anginkan
4. Amati di bawah mikroskop dengan minyak imersi





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
4.1.1   Sterilisasi
Dalam praktikum mikrobiologi sterilisasi harus dilakukan sebelum memulai praktikum.  Dari praktikum yang telah dilakukan diketahui teknik sterilisasi dibagi menjadi tiga macam yaitu sterilisasi basah, kering, dan kimia.
a)    Sterilisasi basah
Sterilisasi basah dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Penggunaan autoklaf untuk media dilakukan selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan selama 20 menit dengan suhu 121oC. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoclave. Jika air kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
Masukkan  peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan. Tutup autoclave dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari bibir autoclave. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
Nyalakan autoclave, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu 121oC. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoclave dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun  hingga   sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoclave dengan hati-hati.
. Agar efektif biasanya autoklaf digunakan untuk mensterilisasi peralatan maupun media dalam  skala besar. Hal ini dilakukan untuk efisinsi waktu dan tenaga. Setelah itu masukkan peralatan ke autoklaf dan atur suhunya. Waktu berjalan ketika suhu di autoklaf sudah menunjukkan 121oC. Setelah waktu habis autoklaf tidak dapat langsung dibuka dan harus menunggu beberapa menit sampai suhu menurun.
b)      Sterilisasi Kering
Sterilisasi kering dilakukan dengan menggunakan inkubator selama 15 menit dengan suhu 171oC.
c)      Sterilisasi Kimia
Untuk sterilisasi kimia biasanya dengan alkohol 75% meskipun ada beberapa jenis bakteri yang perlu menggunakan alkohol 95%.
d)     Destruksi
Tujuan dari destruksi adalah utuk menghilangkan bakteri yang terdpat pada aat-alat. Teknik ini dilakukan dengan merebus air hingga mendidih dan memasukkan alat-alat yang akan disterilisasi ke dalam air tersebut. . Tunggu 15-20 menit, kemudian angkat dan tiriskan alat-alat tersebut. Lalu cuci dengan sabun sampai benar-benar bersih. Letakkan alat-alat tersebut di atas meja yang sudah diberi alas dan tunggu hingga kering. Untuk media yang berada di dalam tabung reaksi, sterilisasi tidak boleh dilakukan dua kali karena dapat merusak media.
Hal yang perlu diperhatikan sebelum bekerja di laboratorium mikrobiologi adalah bahwa tempat, alat dan segala sesuatu yang bersentuhan dengan praktikan harus disemprot terlebih dahulu dengan Alkohol termasuk tangan atau sarung tangan. Kemudian nyalakan bunsen agar daerah kerja benar-benar steril.

4.1.2        Pembuatan Media
Media yang sering digunakan dalam bidang kelautan  adalah media Zobell. Media digunakan sebagai tempat bakteri untuk tumbuh dan sumber nutrisi. Apabila ingin membuat media zobell sebanyak 100 ml, maka komposisi dan takaran yang dibutuhkan antara lain :
-       Pepton                                0,25 gr
-       Ekstrak yeast                      0,05 gr
-       Bacto agar                          1,5 gr
Ketiga bahan tersebut tersedia dalam bentuk serbuk. Pepton dan ekstrak yeast berperan sebagai penyedia nutrisi bagi bakteri. Sedangkan agar berperan untuk memadatkan media.
Lankgah pembuatannya diawali dengan  menimbang semua bahan sesuai dengan takaran  masing-masing dengan timbangan analitik. Setelah ditimbang, masukkan semua bahan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan sampai hampir mendidih sambil dilakukan pengadukkan agar larutan menjadi homogen. Setelah dipanaskan dan terlihat ada gelembung seperti mendidih, itu adaah tanda bahwa pemanasasn harus dihentikan, angkat dan tutup erlenmeyer menggunakan kapas dan alumunium foil lalu lakukan sterilisasi dengan autoklaf.

4.1.3        Pengecatan Bakteri
1.      Pengecatan Gram
 








2.      Pengecatan Spora





4.2  Pembahasan
4.2.1   Sterilisasi
Dari praktikum yang telah kami lakukan, diperoleh hasil bahwa syarat utama bekerja di bidang mikrobiologi adalah sterilitas, baik sterilitas diri maupun alat-alat yang akan digunakan. Sebelum dan sesudah praktikum dilakukan, kita menggunakan alkohol untuk mensterilkan tangan dan meja kerja. Sedangkan untuk alat-alat yang akan digunakan,  cara mensterilkannya tergantung dari bahan dan jenis alat tersebut. Hal ini dikarenakan alat-alat tersebut mempunyai karakter dan perlakuan yang berbeda, serta mempunyai fungsi yang spesifik tergantung jenis alatnya.
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobiologis, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya. Suatu alat atau bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Oleh karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi, pembuatan media serta teknik penanaman, hal ini semua merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi
Secara umum, sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan kehidupan khususnya mikrobia dalam suatu wadah ataupun peralatan laboratorium. Sesuai tujuan percobaan yang akan kita lakukam, diharapkan kita dapat membuat dan mensterilkan media dan alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering.
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus melalui proses sterilisasi. Sterilisasi berasal dari kata steril yang artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu ataupun merusak media bahkan mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia, dan mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme disebut dengan sterilisasi.
Autoklaf yaitu alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121 0C (250 0F). Jadi tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15 pounds per square inch). Medium yang akan disterilkan ditempatkan di dalam autoklaf selama 15-20 menit, hal ini bergantung pada banyak sedikitnya barang yang perlu disterilkan. Medium yang akan disterilkan ditempatkan dalam beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpul dalam satu botol yang besar. Setelah pintu autoklaf ditutup rapat, barulah kran pada pipa uap dibuka dan temperatur akan terus-menerus naik sampai 121 0C.
Sterillisasi dengan menggunakan autoklaf lebih bagus karena, alat-alat yang sudah digunakan terutama cawan petri harus direbus terlebih dahulu pada air mendidih kemudia disemprot alkohol kemudian di autoklaf. Jadi bakteri yang ada di cawan petri sudah benar-benar mati.
Kelemahan dari pemanasan kering dengan inkubator adalah cara ini ini kurang efektif untuk membunuh jasad renik dibandingkan dengan pemanasan basah. Berbeda dengan pemanasan basah (perebusan, autoclave, tyndallisasi, pasteurisasi) yang menyebabkan denaturasi protein, pemanasan kering dengan inkubator ini menyebabkan dehidrasi sel. Pemanasan kering juga dapat menyebabkan oksidasi komponen-komponen di dalam sel
Metode sterilisasi secara fisik dapat dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah akibat suhu yang tinggi atau tekanan yang tinggi. Cara kerja dari panas tersebut, bahwa panas membunuh mikroba karena mendenaturasi protein, terutama enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba dalam air mendidih akan cepat mematikan daripada dipanasi secara kering.

4.2.2   Pembuatan Media
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium. Medium ini berfungsi untuk mengembangbiakkan suatu organisme yang dibuat sengaja dan diletakkan disuatu media, media tersebut bisa berupa media cawan petri yang dilapisi oleh plastik warp agar media ini tidak terkontaminasi oleh udara yang juga mengandung organisme lain juga yang dapat menganggu pertumbuhan organisme yang sedang dikembangbiakkan.
Selain media cawan petri, dapat juga dipergunakan media miring media miring ini lebih unggul dibandingkan media cawan petri dikarenakan media ini dapat terkontaminasi banyak organisme lain dari luar, sedangkan media miring ini menggunakan tabung reaksi dimana sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi organisme lain pada saat pembuatan media itu sendiri.
Dasar makanan yang paling baik untuk kultur bakteri adalah medium  yang mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa-sisa makanan, atau ramuan-ramuan buatan manusia. Medium yang banyak digunakan dalam pekerjaan rutin di laboratorium adalah kaldu cair dan kaldu agar. Medium tersebut tersusun oleh komposisi kaldu bubuk (3 gr), pepton (5 gr), dan air suling (1000 gr).
Dalam praktikum pembuatan medium Zobell’s yang dilakukan, digunakan pepton dan ekstrak yeast, kedua bahan ini bermanfaat untuk memberikan nutrisi bagi bakteri yang akan ditanam dalam medium tersebut karena mengandung banyak N­2. Dan bacto agar yang digunakan dalam medium ini berfungsi untuk memadatkan, karena medium nya menggunakan medium padat. Sedangkan memakai aged seawater (air laut), karena bakteri yang digunakan berasal dari laut. Apabila dalam praktikum menggunakan bakteri yang berasal dari air tawar, maka air yang digunakan adalah air tawar  seperti tempat bakteri tersebut tumbuh. Namun, jika bakteri yang berasal dari laut dalam medium nya diberikan air tawar, maka bakteri tersebut tidak dapat tumbuh. Karena air tawar tidak mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam air laut.
Menurut Achmad Dinoto (2007), Pertumbuhan bakteri selain memerlukan nutrisi, juga memerlukan pH yang tepat. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada kondisi yang terlalu basa, kecuali Vibrio cholerae yang dapat hidup pada pH lebih dari 8. Suhu juga merupakan variabel yang perlu dikendalikan
Menurut Achmad Dinoto (2007), PH merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam pembuatan medium sehingga kondisi pH yang terlalu basa atau terlalu asam tidak cocok untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup pada kondisi tersebut. Medium didiamkan atau disimpan selama 2 x 24 jam untuk menyakinkan bahwa medium masih steril, karena selain pH sebagai penentu tumbuhnya mikroba, alat dan medium yang steril juga menentukan.
Menurut Achmad Dinoto (2007), Pada medium agar miring menggunakan tabung reaksi, karena tabung reaksi cukup tinggi untuk bisa menampung volume media. Jadi, apabila tabung reaksi dimiringkan, medium tidak tumpah. Tetapi pada saat memiringkan tabung reaksi, medium tidak boleh sampai mengenai kapas penutup tabung reaksi, karena hal ini dapat menyebabkan medium terkontaminasi terlebih dahulu dengan bakteri yang ada di lingkungan sekitar.
Setelah medium dimiringkan, semua tabung reaksi diikat menjadi satu untuk kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan disterillisasi. Untuk memastikan medium tidak terkontaminasi dengan bakteri lain. Tapi pada medium agar di cawan petri, medium disterillisasi terlebih dahulu dalam autoklaf. Medium agar miring ini berguna untuk biakan kultur murni.

4.2.3   Pengecatan Bakteri
·         Pengecatan Gram
Pewarnaan Gram merupakan suatu metode pewarnaan diferensial yang penting untuk membedakan atau mencirikan bakteri. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi diberi larutan tertentu yaitu kristal violet, iodine, alkohol, dan sfranin. Bakteri yang sudah diberi warna dengan menggunakan metode pewarnaan ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu gram positif dan gram negatif. Pada beberapa marga, bakteri melepaskanzat pewarna dengan mudah apabila dicuci menggunakan alcohol dan zat pewarnaakan tetap bertahan pada bakteri yang lain. Ini dimungkinkan karena antara gram positif dan gram negatif memiliki perbedaan yang mendasar dalam hal ketebalandinding selnya. Pada bakteri positif dinding selnya memiliki struktur yang lebih tebal sehingga tetap berwarna ungu sedangkan pada gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih tipis sehingga warnanya akan pudar ketika dicuci dengan alkohol
Selanjutnya, penambahan safranin berguna sebagai pewarna pada pengamatan bakteri ini. Hal ini terkait dengan hubungan antara bakteri dan zat pewarna basa yang menonjol yang disebabkan asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel bakteri. Jadi jika bakteri diberi warna, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif dalam zat pewarna basa. Sebaliknya, zat pewarna asam akan ditolak oleh muatan negatif bakteri secara menyeluruh. Jadi, ketika bakteri diolesi dengan zat pewarna, asam akan menghasilkan pewarnaan pada daerah latar belakang saja.
Menurut Wahyuningsih (2008), Bakteri merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai  dengan suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan keadaan struktur internal dan butiran. Pewarnaan gram merupakan salah satu tekhnik pewarnaan diferensial yang penting dan yang paling luas digunakan. Pewarnaan ini digunakan untuk mengidentifikasi bakteri gram positif dan gram negatif berdasarkan warna akhir yang terbentuk yaitu gram positif berwarna ungu dan gram negatif berwarna merah.
Pada praktikum pengecatan gram, dimulai dengan persiapan gelas obyek dibersihkan menggunakan alkohol. Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu. Dalam pengambilan kultur bakteri ini tidak diambil terlalu banyak karena jika terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas. Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas nyala api. Proses
fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar me
lekat pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
Setelah dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan
kristal violet dan dibiarkan selama satu menit. Kemudian dicuci dengan air
mengalir dan dibiarkan sampai kering (deng
an cara dianginkan). Pencucian dengan air bertujuan untuk mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal. Setelah kelebihan zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan iodin dan dibiarkan selama satu menit sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet kristal dan iodine sehingga sel berwarna biru. Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda.
Menurut Wahyuningsih (2008), Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Namun setelah pencucian dengan etanol warna ungu yang diikat oleh bakteri gram negatif luntur, sedangkan pada bakteri gram positif tidak. Pada gram negatif lemak terekstraksi dari dinding sel sehingga pori membesar dan kompleks violet kristal-iodin keluar sel, sedangkan pada gram positif dinding sel dehidrasi, pori berkerut dan permeabilitas rendah sehingga kompleks violet kristal-iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma sehingga sel tetap biru/ungu. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.
Menurut Wahyuningsih (2008), Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alkohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (25-50nm) sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).
Menurut Wahyuningsih (2008), Bakteri gram negatif dalam kehidupan sehari-hari ada yang bersifat merugikan dan ada yang menguntungkan. Bakteri yang merugikan umumnya bersifat menyebabkab kerusakan pada bahan makanan, misalnya Acetobacter dan Achromobacter. Sedangkan bakteri yang menguntungkan, misalnya Escherichia coli , digunakan sebagai indikator tercemarnya makanan dan air. Bakteri gram negatif secara struktur tidak mengandung asam teikhoat tetapi mengandung lipid, protein, dan polipeptida. Bakteri ini juga banyak mengandung polisakarida dan polipeptida.
·         Pengecatan Spora
Menurut Banyu (2010), Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam untuk mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel yang diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat ditembus, ini pula yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui pencucian dengan alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel vegetatif. Sel vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai dengan hijau malachit atau carbol fuchsin.
Menurut Banyu (2010), Spora bakteri dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan letaknya spora di dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal. Ada spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga menyebabkan pembengkakan sel bakteri.
Menurut Banyu (2010), Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya.
Menurut Banyu (2010), Bakteri penghasil spora tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu, setelah diwarnai oleh suatu warna, misalnya malachite green, akan mengikat kuat senyawa pewarna. Untuk pewarnaan selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora tidak dapat menerimanya karena sudah terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna bakteri spora adalah hijau.
Menurut Banyu (2010), Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin.
Contoh yang paling mudah adalah untuk spesies Bacilllus subtilis dan E. Coli. B. Subtilis akan berwarna hijau setelah pengecatan. Hal ini berarti B. Subtilis memiliki endospora. Endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan kimia yang beracun. Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan. Sekali berhasil diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna sehingga saat diberi warna dari safranin tetap berwarna hijau karena spora sudah mengikat malachite dan sulit mengikat warna yang diberikan kemudian.
Eschericia coli setelah pengecatan akan berwarna merah muda dari safranin. E.coli berarti tidak memiliki endospora, hanya memiliki sel vegetatif. Karena E.coli hanya memiliki sel vegetatif, sel vegetatif tidak tahan terhadap pewarnaan. Saat diwarnai denga malachite, sel vegetatif tidak dapat mengikat malachite sehingga saat dilunturkan, warna malachite dapat hilang. Kemudian saat diberi safranin, sel vegetatif dapat mengikat warna kembali sehingga warna sel menjadi merah muda.


















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.    Kesimpulan
1.    Macam – macam teknik sterilisasi antara lain ; Sterilisasi secara fisik atau basah (autoklaf) ; Sterilisasi Kering (oven atau inkubator) ; Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin) ; dan destruksi dengan cara perebusan.
2.    Cara pengoperasian alat sterilisasi berbeda satu sama lain sesuai dengan jenis dan kegunaannya masing-masing.
3.    Jenis medium dapat digolongkan berdasarkan konsistensinya berupa ; medium cair, medium padat, medium diperkaya, medium selektif, medium diferensiasi, medium penguji, medium umum, medium khusus, dan medium untuk perhitungan jumlah koloni. Sedangkan berdasarkan susunan kimianya berupa ; medium alamiah, medium semi alamiah, dan medium sintesis.
4.    Pembuatan media disesuaikan dengan bakteriyang akan diuji.
5.    Teknik pengecatan yang umum digunakan adalah pengecatan spora dan pengecatan gram.
6.    Teknik pengecetan yang ada dalam mikrobiologi adalah gram, acid fast, pewarnaan endospora, pewarnaan flagella

5.2.    Saran
1.    Diharapkan agar peralatan yang ada di labolatorium lebih dilengkapi lagi agar memperlancar dalam praktikum.
2.    Diharapkan semua praktikan mendapatkan porsi praktikum yang sama. Dalam artian pada saat praktikum semua mengikutinya tanpa ada pekerjaan lain seperti mencuci alat dsb.




DAFTAR PUSTAKA

Achmad Dinoto. 2007. Media Agar. Ide Besar Istri Peneliti.  http://www.nvtech.com Diakses tanggal 27 November 20111
Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Banyu, 2010, http//ekmon-saurus/bab-3-Cat- Spora/.htm . diakses pada tanggal 27 November 2011, Makassar.
Dwidjoseputro, D., 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, Ratna Siri., 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.
Indra., 2008, http//ekmon-saurus/bab-2-Media- pertumbuhan/.htm . diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I. B. G. Darmayasa. 2007. Buku Ajar Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Biologi F. MIPA UNUD : Bukit Jimbaran
Kawuri, R., Y. Ramona dan I. B. G. Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Biologi F. MIPA UNUD : Bukit Jimbaran
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Malang: JICA
Lay, B.W. dan Sugyo Hastowo.1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali press.
Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.
Prescott, L.M., Harley, J., Klein, D. 2002. Microbiology Fifth Edition. Mc Graw Hill. USA.
Schegel, G.H. 1993. General Microbiologi seventh edition. Cambrige University Press, USA.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.
Volk & Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Wahyuningsih. 2008. Pengecatan Gram. Farmasi. Jurusan Biologi F. MIPA UNUD : Bukit Jimbaran
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar